Liputan6.com, Cincinnati - Mahasiswa Amerika yang menghabiskan 17 bulan di tahanan Korea Utara, Otto Warmbier, meninggal pada 19 Juni 2017 sore di Cincinnati, Ohio, Amerika Serikat.
"Ini adalah tugas menyedihkan, kami melaporkan bahwa anak kami, Otto Warmbier, telah menyelesaikan perjalanannya 'pulang'. Dikelilingi oleh keluarga tercinta, Otto meninggal hari ini pukul 14.20," ujar keluarga Warmbier dalam sebuah pernyataan.
Advertisement
Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson yang membantu mendorong pembebasan Warmbier, mengatakan bahwa Amerika Serikat meminta Korea Utara "bertanggung jawab" atas pemenjaraan pemuda 22 tahun itu yang dinilai tidak adil.
Pemerintah Korea Utara mengatakan, Warmbier koma setelah mengalami botulisme -- kondisi keracunan serius yang disebabkan oleh racun yang dihasilkan bakteri Clostridium botulinum -- dan mengonsumsi pil tidur pada Maret 2016.
Namun dokter di AS mengatakan bahwa mereka tidak menemukan bukti adanya penyakit tersebut di tubuh Warmbier.
"Mari kita nyatakan fakta dengan jelas: Otto Warmbier, seorang warga negara Amerika, dibunuh oleh rezim Kim Jong-un," ujar Senator AS, John McCain.
Sementara itu, Presiden AS Donald Trump mengutuk "rezim brutal" Korut dan menyampaikan belasungkawa kepada keluarga Warmbier.
"Tidak ada yang lebih tragis bagi orangtua daripada kehilangan anaknya," ujar Trump dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari CNN, Selasa (20/6/2017).
"Nasib Otto memperdalam tekad pemerintah saya untuk mencegah tragedi semacam itu menimpa orang-orang yang tidak bersalah, di tangan rezim yang tak menghormati peraturan hukum atau kesusilaan dasar manusia."
Warmbier dipulangkan ke AS pekan lalu. Sejak itu ia belum pernah berbicara atau menggerakkan tubuhnya dengan cara apa pun, hingga ajal menjemput.
Dalam sebuah konferensi pers pada 15 Juni lalu, dokter menyebut kondisinya sudah tidak responsif. Mereka juga mengungkap bahwa Warmbier mengalami kerusakan otak yang signifikan selama berada di tahanan Korea Utara.
Keluarga Warmbier mengucapkan terima kasih kepada staf di University of Cincinnati Medical Center atas upaya untuk menyelamatkan nyawa putranya.
"Sayangnya, perlakuan buruk nan mengerikan yang diterima putra kami di tangan Korea Utara, memastikan bahwa tidak ada hasil lain yang mungkin terjadi kecuali kesedihan yang kita alami saat ini," ujar keluarga Warmbier.
Nasib Warmbier Selama di Korea Utara
Kejadian yang menimpa Warmbier berawal saat ia mendaftar untuk melakukan perjalanan ke Korea Utara pada musim semi 2016, dengan kelompok wisata Young Pioneer Tours. Dia dijadwalkan menghabiskan lima hari di sana, dilanjutkan dengan kunjungan ke Beijing.
Tapi saat Warmbier hendak pergi ke Beijing dari Bandara Pyongyang, dia diberhentikan oleh petugas keamanan. Menurut pemerintah Korea Utara, Warmbier ditahan karena telah mencuri pamflet politik dari lantai yang terlarang di hotelnya.
Dia mengaku telah melakukan hal tersebut dan memohon pengampunan dan pembebasannya. Namun Korut menjatuhkan hukuman 15 tahun kerja paksa atas dugaan kejahatannya.
Selama Warmbier berada dalam tahanan, pemerintah AS secara konsisten mendesak Korea Utara mengizinkan akses konsuler Swedia ke Warmbier dan tiga warga Amerika lainnya untuk mendorong pembebasan mereka.
Menurut seorang pejabat senior Departemen Luar Negeri, setelah diberitahu mengenai situasi tersebut, Trump mengarahkan Tillerson untuk mengambil tindakan yang tepat guna menjamin pembebasan sandera Amerika di sana.
Pada 6 Juni, perwakilan khusus Departemen Luar Negeri AS Joseph Yun, mengetahui kesehatan Warmbier memburuk dalam sebuah pertemuan dengan seorang diplomat Korut, Pak Kil-yon di New York City.
Yun kemudian pergi ke Korut pada 12 Juni dengan tim medis, untuk membebaskan Warmbier. Ia dan dua dokter mengunjungi Warmbier pagi itu, di mana momen tersebut menandai pertama kalinya AS dapat mengonfirmasi statusnya sejak dia dijatuhi hukuman pada Maret 2016.
Yun segera menuntut pembebasan Warmbier atas dasar kemanusiaan. Pemuda itu kemudian dipulangkan pada keesokan harinya dengan menggunakan pesawat medis.
"Ketika Warmbier kembali ke Cincinnati pada 13 Juni, dia tidak dapat berbicara, melihat, maupun bereaksi terhadap perintah lisan," ujar keluarga Warmbier dalam sebuah pernyataan.
"Meski kita tidak akan pernah mendengar suaranya lagi, dalam satu hari air mukanya berubah -- dia merasa damai. Dia telah berada di rumah dan kami yakin ia bisa merasakannya," kata pihak keluarga.
Advertisement