Liputan6.com, Solo - Indonesia sebagai negara majemuk sangat perlu menjaga dan merawat toleransi. Masyarakat pun punya peran vital dalam menjaga dan merawatnya.
Dalam merawat toleransi, ada sikap menghargai dan menghormati satu sama lain tanpa ada tendensi tertentu. Tujuan utama dari toleransi adalah hidup damai saling berdampingan.
Contoh kecil dan nyata toleransi itulah yang dikedepankan oleh Gereja Kristen Jawa (GKJ) Joyodiningratan di Jalan Gatot Subroto Serengan, Solo, Jawa Tengah. Gereja yang letaknya bersebelahan dengan Masjid Al Hikmah ini mengundurkan jadwal kebaktiannya pada 25 Juni 2017 mendatang. Tujuannya untuk menghormati salat Idul Fitri yang dilaksanakan di masjid tersebut.
Masjid Al Hikmah dan GKJ Joyodiningratan bukan sebagai dua bangunan semata saja. Tapi lebih dari itu, sudah sejak lama kedua bangunan itu menampilkan perbedaan. Misalnya, masing-masing bangunan tetap memperlihatkan simbol keyakinan keduanya. Gereja menampakkan tanda salib berukuran cukup besar dan tinggi, sementara masjid menonjolkan kubah hijau dan bulan sabit bintang.
Baca Juga
Advertisement
Harmonisasi dua keyakinan dengan dua tempat ibadah berbeda itu dirawat sejak puluhan tahun lalu. Gereja berdiri terlebih dahulu pada tahun 1939. Selang delapan tahun, berdiri musala pada 1947. Musala itu lama-lama berkembang dan berubah menjadi masjid.
Sebagai bentuk keharmonisan dan toleransi, dua simbol keyakinan berbeda ini mengikrarkan diri dalam prasasti Tugu Lilin. Prasasti ini terletak di sebelah selatan masjid.
Sikap toleransi dilakukan saat dua umat beda keyakinan ini memang beberapa kali "bertabrakan" jadwal dalam kegiatan atau perayaan agama masing-masing. Seperti Lebaran tahun ini yang jatuh pada Minggu, 25 Juli. Tentu jadwal salat Id bersamaan dengan jadwal kebaktian Minggu pagi.
Pendeta GKJ Joyodiningratan, Nunung Istining Hyang, menjelaskan jadwal kebaktian pagi pukul 06.30 WIB pada hari Minggu ditiadakan. GKJ ini biasanya menggelar kebaktian empat kali di hari Minggu, yakni pukul 06.30 WIB, 08.30 WIB, 16.30 WIB dan 18.30 WIB.
"Ini sebagai bentuk kita saling menghargai dan toleransi dengan sesama muslim," kata dia di Solo, Selasa (20/6/2017).
Ia menambahkan, seperti pada waktu sebelumnya, saat salat Id, pagar gereja akan ditutup. Biasanya saat salat Id jemaah pasti akan meluber ke jalan raya yang tepat berada di depan gereja.
"Ini sudah berlangsung bertahun-tahun. Ini yang harus kita jaga," jelas dia.
Seandainya kebaktian tetap digelar saat pelaksanaan salat Id, dikhawatirkan akan mengganggu kekhusyukan jemaah muslim dalam beribadah. Apalagi saat masuk ke gereja, para jemaat umat Kristiani harus menghindar dan melewati umat muslim yang salat Id.
"Dulu pernah kebaktian tetap digelar. Tetapi para jemaat enggak enak ketika akan masuk ke gereja karena takut mengganggu umat muslim yang sedang salat Id," ujar dia.
Kabar tentang peniadaan kebaktian sudah diinformasikan kepada jemaat sejak dua minggu lalu. Gereja sudah mengumumkan dalam lembaran teks kebaktian dalam dua minggu terakhir.
"Jadi kita saling menjaga dan koordinasi saja," kata dia rasa toleransi ini.
Toleransi Sejak Lama
Ketua Takmir Masjid Al Hikmah, H. Muhamad Nasir Abu Bakar mengatakan Hari Raya Idul Fitri jatuh pada hari Minggu, pihak gereja selalu koordinasi dengan masjid mengenai peniadaan jadwal kebaktian pagi. Lantaran jalan di depan masjid dan gereja akan dijadikan sebagai tempat salat Id.
"Pihak gereja akan mengundurkan kebaktian Minggu pagi jadi jam 10.00 WIB. Ini untuk memberikan kesempatan kepada umat muslim menjalankan salat Id," kata dia.
Menurut dia, kehidupan saling toleransi sudah terawat dan terpelihara sejak puluhan tahun. Hingga sampai saat ini tidak ada masalah. "Insyaallah sampai kami mati pun tidak ada masalah dalam hal kehidupan bertoleransi," ucapnya.
Sebelum jadwal kebaktian ditiadakan, sikap saling toleransi juga dilakukan saat peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW pada 24 Desember 2015. Selang sehari, umat Kristen merayakan hari Natal.
Mengingat jadwal yang hampir berbarengan, gereja dan masjid melakukan komunikasi dan koordinasi agar jadwal masing-masing peringatan hari besar agama tidak bentrok.
Karena memahami jika setiap Natal ada malam kebaktian, maka pihak masjid ternyata jauh hari sudah menggelar pengajian sebelum tanggal 24 Desember 2015. Jamaah masjid menggelar pengajian pada 16 Desember 2015.
"Kebetulan pada tanggal 16 Desember 2015 itu kita mendapat jatah tempat untuk pengajian Jamuro (Jamaah Muji Rosul), " jelas Nasir.
Sikap menghormati juga dilakukan pihak gereja. Lantaran memahami jika saat peringatan Maulid Nabi Muhammad ada pengajian, gereja mencari alternatif tempat untuk kebaktian malam Natal. Gereja menggelar kebaktian malam Natal dengan menyewa gedung.
Lantaran sudah ada komunikasi dan pengajian di masjid dimajukan, akhirnya kebaktian Natal digelar pada 24 Desember 2015 pukul 18.00 WIB dan 25 Desember 2015 pukul 08.00 WIB.
"Kita sepakat saat ibadat Natal 25 Desember itu sampai pukul 10.00 WIB. Karena kebetulan juga kan itu pas hari Jumat, jadinya biar yang muslim bisa ibadah Jumatan," ujar pendeta Nunung.
Begitu pula ketika Natal, jemaah masjid juga menghormati umat Kristiani yang sedang menggelar kebaktian Natal. Salah satu caranya dengan tidak mengeraskan volume saat azan berkumandang.
"Durasi waktu azan juga diperpendek. Biar tidak mengganggu umat Kristen dalam beribadah, " ujarnya.
Advertisement