Liputan6.com, Bandung - Nama Haji Geyot sempat populer di Kota Bandung, Jawa Barat, kala bulan Ramadan tiba pada era 1990-an. Berbeda dengan zaman sekarang saat hiburan bisa didapatkan di dunia maya, warga Kota Bandung dahulu selalu terhibur dengan kehadiran boneka raksasa bergoyang meliuk-liuk yang diletakkan di pusat keramaian ini.
Ya, Haji Geyot yang dimaksud bukan sesosok orang, melainkan boneka robot yang mengenakan pakaian koko lengkap dengan sarung dan peci. Awalnya, boneka berukuran sekitar dua meter ini hanya melenggak-lenggok di bagian pinggul. Lalu, gerakannya ditambahkan hingga di bagian kepala sambil tangan memukul beduk.
Kala itu, boneka Haji Geyot biasa dipamerkan di beberapa titik di Kota Bandung. Sebut saja di Tegalega, Setiabudi, Cibeureum, hingga Cicaheum. Dengan ciri khasnya yang selalu berjoget itu, boneka Haji Geyot kerap menjadi tontonan warga sekitar yang berada di sekitar patung bergerak ini.
Baca Juga
Advertisement
Boneka Haji Geyot sekarang ini memang sudah lama tidak unjuk gigi lagi di Bandung selama Ramadan. Namun, masih banyak masyarakat yang merindukan boneka "Pak Haji Bergoyang" ini.
Seperti diungkapkan Agah Nugraha Muharam di akun Instagramnya @agahtheagah. Dia mendeskripsikan bagaimana aksi boneka Haji Geyot di Bandung dekade 1990-an.
"Sketsa pulpen: Ramadan urban. Haji Geyot. Adalah atraksi yang populer di Kota Bandung pada dekade 90-an. Haji Geyot sebenarnya adalah robot sederhana yang dibungkus dengan "kulit" kakek berpeci, baju takwa, dan bersarung. Geyot itu merujuk ke gerakan pinggul si kakek ketika menabuh bedug, ke kanan dan kiri, konstan. Buat sebagian warga Bandung, atraksi ini sangat menghibur. Paduan teknologi, seni, dan tradisi yang asyik!," tulis Agah dalam keterangan foto yang diunggahnya pada Minggu, 18 Juni 2017.
Selain Agah, warga Bandung bernama Imam (29) juga mengaku penasaran tentang keberadaan Haji Geyot ini. "Sudah lama ya tidak lihat. Dulu waktu masih kecil suka ngabuburit di sekitaran patung itu," kata Imam.
Namun di balik kerinduan masyarakat akan boneka raksasa ini, Haji Geyot ternyata punya asal-usul yang menarik. Khususnya, soal siapa pembuatnya dan bagaimana awalnya Haji Geyot dibuat.
Saksikan Video Menarik Berikut Ini:
Siapa Pembuat Haji Geyot?
Seniman pembuat boneka raksasa ini adalah Joen Rustandi. Pria kelahiran Bandung itu adalah orang pertama yang menciptakan Haji Geyot. Jauh sebelum muncul di pusat kota, ikon Ramadan Kota Bandung era 1990-an ini justru pertama kali dipamerkan di Hotel Savoy Homann (saat ini Bidakara Grand Savoy Homann) pada 1990.
Joen yang meninggal dunia pada 2012 lalu itu awalnya dimintai manajer hotel bernama Hilwan Saleh untuk menyiapkan sesuatu untuk menyambut Idul Fitri. Berbekal kenangan semasa kecilnya, Joen kemudian membuat boneka dengan bentuk Pak Haji lengkap dengan beduknya setinggi dua meter.
Pembuatan boneka terbilang cepat, hanya satu minggu. Bahan dasar boneka saat itu berasal dari styrofoam dengan kerangka besi. Sedangkan, dinamo mesin jahit jadi mesin penggeraknya.
Boneka yang bisa memukul beduk sambil menggeleng-gelengkan kepala itu lalu ditempatkan di atas lobi hotel. Spontan, aksi "Pak Haji" itu menjadi tontonan masyarakat, baik yang sedang melintas maupun yang tinggal di sekitar hotel.
Hal itu diungkapkan Joen dalam catatan khusus yang dia bukukan, berjudul "Kota Bandung Tempat Lahirnya Haji Geyot". Dalam catatan lawas ini, sang seniman juga menceritakan kejadian lucu saat Pak Haji dipajang di lobi hotel.
Misalnya, cerita saat bus kota yang melintas naik ke trotoar, sehingga kaca spionnya pecah tertabrak tiang listrik. Atau, saat mobil menabrak mobil lainnya. Ada juga pengendara motor yang jatuh karena terlalu lama menyaksikan boneka yang dipajang pada waktu itu.
Namun, semua kecelakaan tersebut bukanlah kecelakaan fatal. Bahkan, sering menjadi gelak tawa akibat saking antusiasnya melihat "Pak Haji" memukul bedug sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Kejadian lucu lainnya terjadi saat Joen harus menunggui boneka ketika beraksi. Hal itu karena karet penari pada bagian kepala sering putus. Pada suatu waktu, karet itu memang putus dan kepala boneka tak bergerak.
Sementara itu, ada empat perempuan yang kebetulan berada di sekitar lokasi. Sadar kepala boneka tak bergerak dan seolah memelototi keempatnya, mereka pun kabur karena ketakutan.
Dalam kisah yang dia bukukan, Joen mengakui boneka Pak Haji itu dibuat tergesa-gesa, sehingga konstruksi dan mekaniknya kurang memadai. Alhasil, masih sering terjadi kerusakan.
Advertisement