Liputan6.com, Jakarta Harga minyak turun sekitar dua persen pada penutupan perdagangan Selasa (Rabu pagi waktu Jakarta). Penurunan tersebut mencapai titik terendah dalam sembilan bulan terakhir. Kenaikan pasokan beberapa produsen minyak dunia menjadi penyebab pelemahan harga minyak.
Mengutip Reuters, Rabu (21/6/2017), harga minyak Brent yang menjadi patokan harga dunia turun 89 sen ke level US$ 46,02 per barel. Angka ini terendah sejak 15 November atau dua minggu sebelum Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan produsen lainnya sepakat untuk memotong produksi sebesar 1,8 juta barel per hari selama enam bulan dari bulan Januari.
Sedangkan kontrak berjangka minyak mentah AS untuk pengiriman Juli turun 97 sen menjadi US$ 43,23 per barel. Angka tersebut terendah sejak 16 September.
Baca Juga
Advertisement
Kenaikan pasokan dari beberapa produsen utama membayangi kepatuhan dari anggota organisasi negara pengekspor minyak (OPEC) dan non-OPEC dalam menjalankan kesepakatan untuk memotong produksi secara global.
Negara yang mengalami kenaikan pasokan antara lain Libya dan Nigeria yang memang tidak ikut dalam kesepakatan pengurangan produksi minyak OPEC dan beberapa negara non-OPEC.
Produksi minyak Libya naik lebih dari 50 ribu barel per hari menjadi 885 ribu barel per hari setelah perusahaan minyak negara itu menyelesaikan perselisihan dengan Wintershall dari Jerman.
Pasokan minyak Nigeria juga meningkat. Ekspor minyak mentah Bonny Light ditetapkan mencapai 226 ribu barel per hari pada bulan Agustus, naik dari 164 ribu barel per hari pada bulan Juli.
"Dengan adanya pasokan yang lebih tinggi ini apakah bisa mengimbangi langkah OPEC untuk menahan produksi?" kata manager of market research Tradition Energy, Gene McGillian.
Sebenarnya, kepatuhan dari kesepakatan pemangkasan produksi minyak OPEC dan beberapa negara non-OPEC sangat tinggi. Berdasarkan sumber Reuters, tingkat kepatuhan dari negara-negara tersebut mencapai 100 persen pada Mei lalu.
Tonton Video Menarik Berikut Ini: