Mahasiswa AS Eks Tahanan Korut Meninggal, Keluarga Tolak Autopsi

Keluarga Otto Warmbier, mahasiswa Amerika yang sempat ditahan Korut selama 17 bulan, menolak jasad anaknya diautopsi.

oleh Citra Dewi diperbarui 21 Jun 2017, 09:36 WIB
Otto Warmbier di pengadilan Korea Utara (KCNA / AFP)

Liputan6.com, Cincinnati - Keluarga mahasiswa Amerika Otto Warmbier menolak jasad anaknya diautopsi. Hal tersebut membuat kematian pemuda 22 tahun yang sempat ditahan Korea Utara selama 17 bulan itu menjadi misteri untuk sementara waktu.

Kantor Koroner Hamilton County di Ohio mengonfirmasi, pihaknya menerima dan memeriksa jasad Warmbier setelah mahasiswa itu menemui ajalnya pada 19 Juni 2017 waktu setempat.

"Kami menghormati keberatan keluarga Warmbier untuk autopsi," kata kantor tersebut dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari CNN, Rabu (21/6/2017). Atas penolakan itu, mereka hanya melakukan pemeriksaan eksternal.

Kantor koroner tersebut meninjau rekam medis dari University of Cincinnati Medical Center dan layanan ambulans udara yang membantu membawanya dari Pyongyang ke Cincinnati.

"Tidak ada kesimpulan tentang penyebab meninggalnya Warmbier saat ini...," ujar pernyataan dari kantor tersebut.

Kematian Warmbier memicu kecaman keras terhadap Korea Utara. Politikus AS menyerukan agar rezim Kim Jong-un membebaskan tiga warga AS yang masih ditahan di sana.

Otto Warmbier meninggal kurang dari seminggu setelah dibebaskan dari Korea Utara. Ia tak bisa berbicara atau bergerak.

Dalam sebuah konferensi pers pada 15 Juni lalu, dokter menyebut kondisinya sudah tidak responsif. Mereka juga mengungkap bahwa Warmbier mengalami kerusakan otak yang signifikan selama berada di tahanan Korea Utara.

Pemerintah Korea Utara mengatakan, Warmbier koma setelah mengalami botulisme -- kondisi keracunan serius yang disebabkan oleh racun yang dihasilkan bakteri Clostridium botulinum -- dan mengonsumsi pil tidur pada Maret 2016.

Namun dokter di AS mengatakan bahwa mereka tidak menemukan bukti adanya penyakit tersebut di tubuh Warmbier.

"Pola cedera otak ini biasanya terlihat sebagai akibat fungsi jantung dan paru-paru yang mendadak berhenti, di mana suplai darah ke otak tidak memadai untuk jangka waktu tertentu sehingga mengakibatkan kematian jaringan otak," kata Dr Daniel Kanter pekan lalu.

Kejadian yang menimpa Warmbier berawal saat ia mendaftar untuk melakukan perjalanan ke Korea Utara pada musim semi 2016, dengan kelompok wisata Young Pioneer Tours. Dia dijadwalkan menghabiskan lima hari di sana, dilanjutkan dengan kunjungan ke Beijing.

Tapi saat Warmbier hendak pergi ke Beijing dari Bandara Pyongyang, dia diberhentikan oleh petugas keamanan. Menurut pemerintah Korea Utara, Warmbier ditahan karena telah mencuri pamflet politik dari lantai yang terlarang di hotelnya.

Dia mengaku telah melakukan hal tersebut dan memohon pengampunan dan pembebasannya. Namun Korea Utara menjatuhkan hukuman 15 tahun kerja paksa atas dugaan kejahatannya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya