Liputan6.com, Bitung - Salah satu persoalan pelik yang dihadapi Kota Bitung, Sulawesi Utara, di wilayah perbatasan adalah pelanggaran keimigrasian. Di dalamnya termasuk penanganan warga yang tidak memiliki kewarganegaraan. Namun, lembaga yang berwenang justru terkesan saling lempar tanggung jawab.
Bitung memang menjadi "kantong" warga Filipina di Indonesia. Kurang lebih 1.479 warga yang diduga berasal dari Filipina menetap di Kota Bitung.
"Mereka bertatus stateless, tidak memiliki dokumen Filipina maupun Indonesia, tapi berbahasa Tagalog," ujar Kasi Wasdakim Imigrasi Bitung, Sulawesi Utara, Reza Pahlevi, Rabu (21/6/2017).
Penanganan warga yang tidak memiliki kewarganegaraan itu terkendala sejumlah hal. Antara lain, belum adanya inisiatif dari Pemkot Bitung. "Mustinya ini kewajiban pemerintah kota," kata Reza.
Baca Juga
Advertisement
Reza mengatakan, ranah Imigrasi adalah warga negara asing. Pihaknya tak berwewenang mengurus warga tanpa dokumen.
"Itu ranahnya Pemkot Bitung. Kami hanya bisa lakukan pendataan saja," ujar dia.
Namun, Pemkot Bitung melalui Asisten I, Setdakot Bitung Tumundo, membantah hal itu. "Ini tugas Imigrasi," kata dia.
Tumundo mengatakan, pihaknya hanya mendukung penanganan masalah saja. Menurut dia, pihaknya telah berusaha mendata orang-orang tanpa kewarganegaraan. "Hanya sulit, mereka selalu bersembunyi," ucap Tumundo.
Sepanjang 2017, sebanyak 86 warga Filipina dipulangkan ke negara asalnya karena tersangkut kasus pencurian ikan dan pemalsuan dokumen. Terakhir, enam WN Filipina diamankan aparat Satuan Keamanan Laut (Satkamla) dan PDKP Bitung karena menangkap ikan ilegal di perairan Indonesia.
"Kami memulangkan enam warga Filipina pada Jumat pekan lalu. Keenam warga tersebut terbukti melanggar UU Keimigrasian," ujar Reza.
Keenam warga Filipina tersebut kemudian dideportasi dan dipulangkan menggunakan pesawat dengan biaya ditanggung Konsulat Filipina.