Liputan6.com, Jakarta - Kapolri Jenderal Tito Karnavian tegas menolak jika diminta Panitia Khusus (Pansus) Angket KPK untuk menjemput paksa Miryam S Haryani dan dihadirkan ke depan anggota Pansus. Anggota Pansus Angket KPK, Arsul Sani, pun meminta agar Kapolri mempelajari Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
"Terkait keengganan Kapolri untuk membantu pemanggilan paksa Miryam dalam hal yang bersangkutan tidak bisa hadir setelah tiga kali dipanggil atas alasan Kapolri bahwa prosedur UU MD3 enggak jelas, maka sebaiknya Kapolri mempelajari risalah-risalah pembahasan UU MD3 khususnya Pasal 205 yang mengatur tentang panggilan paksa," ujar Arsul di Jakarta, Rabu (21/6/2017).
Advertisement
Ia mengingatkan, pada waktu pembahasan Pasal 205 tersebut, Polri bukan hanya didengar, melainkan juga menyampaikan masukannya kepada Pansus RUU MD3 pada waktu itu.
"Kecukupan norma atau rumusan Pasal 205 UU MD3 tersebut disampaikan oleh Polri pada waktu itu. Sebaiknya Pak Tito tidak hanya bertanya kepada pakar yang tidak mengikuti dan membaca risalah-risalah rapat tentang Pasal 205 tersebut, tetapi juga berdiskusi dengan pimpinan Polri pada waktu Kapolri Jenderal Sutarman," papar anggota Komisi III DPR itu.
"Semua yang terlibat dalam pembahasan Pasal 205 tersebut masih hidup, baik yang berasal dari Polri, pemerintah, maupun DPR. Jadi, Pak Tito tidak akan kesulitan menelusurinya," sambung dia.
Politisi PPP ini yakin, jika Kapolri berdiskusi dengan semua pihak dalam proses pembahasan UU MD3, khususnya Pasal 205 tersebut, maka ia tidak akan cepat-cepat berkesimpulan bahwa norma atau rumusan dan prosedur paksa ini tidak jelas.
"Kesannya yang disampaikan Kapolri ini prematur, wong DPR-nya saja belum meminta secara resmi agar Polri melakukan pemanggilan paksa," jelas Arsul.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Tito Karnavian tegas mengatakan bakal menolak jika Pansus Angket KPK meminta untuk menjemput paksa Miryam S Haryani, tersangka dalam kasus memberikan keterangan tidak benar pada korupsi e-KTP.
"Kalau ada pemintaan dari DPR (jemput paksa) saya sampaikan kemungkinan besar tidak bisa dilaksanakan," kata Tito.
Menurut dia, tidak ada landasan yang melegalkan Polri untuk menjemput paksa seseorang demi kepentingan Pansus DPR. Terlebih itu menyangkut kasus yang tengah ditangani KPK.
"Ada hambatan hukum, sekali lagi hukum acara. Ada kerancuan hukum," terang Tito.
Saksikan video menarik berikut ini: