Liputan6.com, Jakarta - Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menyarankan pemerintah turun tangan menghentikan pengusutan dan pemeriksaan kasus yang menjerat pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab. Penghentian atau abolisi itu dimungkinkan melihat perkara yang menjerat Rizieq masih dalam proses penyidikan kepolisian, dan pengadilan belum menjatuhkan keputusan terhadap perkara tersebut.
Dalam hal ini, jelas dia, presiden lah yang berwenang memberikan abolisi dengan pertimbangan demi alasan umum. Mengingat perkara yang menyangkut para tersangka tersebut terkait kepentingan negara yang tidak bisa dikorbankan oleh keputusan pengadilan (penghapusan hukum atau membatalkan hukum).
Advertisement
"Jadi sebenarnya ada pilihan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) atau pilihan deponering dan abolisi. Saya berpendapat bahwa sebenarnya abolisi merupakan cara yang paling baik dilakukan. Jadi saya memang menyarankan pada pemerintan supaya diambil langkah abolisi," kata Yusril di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Rabu 21 Juni 2017.
Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) tersebut menilai pemberian abolisi tersebut merupakan jalan tengah terbaik. Pasalnya, menurut dia, alat bukti kasus tersebut belum cukup.
"Ini tidak mempermalukan segala pihak, artinya polisi sudah melakukan tugasnya melakukan langkah preventif. Kalau SP3 berarti Polri salah tangkap karena alat bukti tidak cukup. Tapi kalau abolisi, Polri berkeyakinan alat bukti cukup tapi Presiden punya kebesaran jiwa tidak melakukan penuntutan terhadap mereka, malah keluarkan abolisi," terang Yusril.
Kemudian, lanjut dia, setelah abolisi diberikan baru dilakukan rekonsiliasi seperti permintaan yang disampaikan Rizieq Shihab. Rencana rekonsiliasi tersebut bertujuan agar pemerintah lebih fokus menangani persoalan ekonomi dan persoalan beban politik bisa dikurangi pemeritah.
Namun jika sarannya tidak diterima oleh pemerintah, Yusril tak mempermasalahkannya.
"Kalau pemerintah tidak bersedia melakukan itu bagi saya tidak ada masalah, saya kan berada di tengah-tengah. Anda tahu saya tidak ikut aksi damai di mana pun juga, saya tidak berada di posisi pemerintah, saya berada di tengah-tengah," ucap dia.
"Saya hanya memikirkan bangsa dan negara kita, jangan terus mengalami keterpurukkan, maka itu lakukan langkah rekonsiliasi. Kalau pemerintah tidak mau, kan bukan tanggung jawab saya kalau terjadi apa-apa di kemudian hari," Yusril memungkas.
Saksikan video menarik di bawah ini: