Liputan6.com, Jakarta - Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK meminta agar majelis hakim sidang korupsi e-KTP mengenyampingkan pencabutan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Miryam S Haryani saat bersaksi di persidangan. Sebab, setiap orang yang dihadirkan di persidangan bebas memberikan keterangan, tapi tidak bebas memberikan kebohongan.
Hal ini dikatakan Jaksa KPK dalam sidang tuntutan kasus korupsi e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (22/6/2017).
Advertisement
"Sehingga wajar undang-undang menetapkan pemberian keterangan bohong sebagai tindak pidana. Berdasarkan hal itu, penuntut umum memohon kepada majelis hakim agar tidak mempertimbangkan pencabutan keterangan Miryam S Haryani," kata JPU KPK.
Jaksa juga meminta majelis hakim dapat menggunakan keterangan Miryam S Haryani sebagai alat bukti yang sah.
"Sejalan dengan itu, jaksa penuntut umum juga meminta untuk majelis hakim untuk tidak mempertimbangkan pencabutan Miryam S Haryani dan tetap menggunakan keterangan Miryam S Haryani sebagai alat bukti yang sah," ujar dia.
Sebab, Jaksa menilai keterangan Miryam S Haryani bertentangan dengan keterangan Diah Anggreini, saksi Yoseph Sumartono serta dua terdakwa.
"Dua terdakwa menyatakan bahwa Miryam S Haryani telah menerima uang dari terdakwa suap terkait dengan e-KTP, US$ 200 ribu, sebagaimana telah diuraikan," jelas jaksa.
Sebelumnya, Miryam S Haryani perah bersaksi di sidang e-KTP. Kala itu, Miryam mencabut seluruh BAP-nya di depan majelis hakim. Bahkan, dia pun mengaku telah diancam oleh penyidik KPK saat memberikan kesaksian.
Kini, Miryam pun telah ditetapkan sebagai tersangka keterangan palsu dalam persidangan kasus korupsi e-KTP. Adapun Markua Nari diduga sebagai pihak yang menekan Miryam untuk mencabut BAP-nya. Politikus Golkat itu pun telah ditetapkan sebagai tersangka menghalangi proses persidangan dan penyidikan kasus e-KTP.
Saksikan Video Menarik di Bawah Ini: