Liputan6.com, Jakarta - Di tengah hangatnya nuansa mudik dan pulang kampung di Indonesia, Presiden ke-44 Amerika Serikat Barack Obama akan berkunjung ke Tanah Air.
Kunjungan ke Indonesia nanti merupakan kali pertama bagi Obama setelah dirinya tak lagi menjabat di Gedung Putih. Ia akan datang bersama sang istri, Michelle Obama, serta kedua anaknya yang belum pernah berkunjung ke Indonesia, Malia dan Natasha.
Baca Juga
Advertisement
Agenda "mudik" Obama ke Tanah Air merupakan tindak lanjut dari undangan Presiden Joko Widodo.
Di sela-sela kunjungannya, Presiden ke-44 AS itu akan hadir dalam Kongres Diaspora Indonesia ke-4 pada 1 Juli 2017.
"Presiden Obama akan berbicara di Konvensi Diaspora Indonesia, konvensi terbesar dalam sejarah diaspora Indonesia yang akan dihadiri oleh sekitar 9.000 orang," kata Ketua Board of Trustees Indonesian Diaspora Network Global, Dino Patti Djalal saat wawancara khusus dengan Liputan6.com pada Rabu 21 Juni.
"Pada konvensi, Obama akan menyampaikan pidato pertamanya di Asia setelah turun dari jabatan presiden. Ia akan menyampaikan pidato dengan isu aktual, seperti globalisasi, toleransi, dan pluralisme," tambahnya.
Dalam konvensi nanti, Dino menilai Obama akan tampil santai serta tidak akan menyampaikan pidato yang bermuatan politik.
"Tampilan Obama nanti akan lebih santai menurut saya. Nanti saya akan mewawancarainya di atas panggung, juga tidak akan serius, namun tetap inspiratif dan menghibur," jelas pria yang pernah menjabat sebagai wakil menteri luar negeri RI tersebut.
Bukan sekadar kunjungan atau menyampaikan pidato semata, kedatangannya ke Indonesia merupakan simbolisasi kedekatan emosional antara si Anak Menteng dan Tanah Air.
"Menurut saya, di hati Obama ada Indonesia. Ada kedekatan emosional dengan Indonesia. Saya ingat waktu masih menjabat sebagai Dubes Indonesia untuk AS, setiap kali bertemu dengan Obama, selalu ada ucapan dalam bahasa Indonesia, seperti 'hai apa kabar'," ujar mantan duta besar Indonesia untuk AS itu.
"Saat masih tinggal di Indonesia, dia ingat sekali bagaimana mendengarkan azan pagi-pagi, teman-temannya, gurunya, bakso, dan segala macamnya. Itu adalah atribut yang sampai sekarang masih lekat," tambahnya.
Kegiatan konvensi itu juga ditujukan sebagai ajang forum diskusi seputar isu diaspora Indonesia.
"Kita harus menyadari bahwa Indonesia punya harta karun, yaitu diaspora. Jumlah diaspora Indonesia hampir sekitar 8 juta sama seperti penduduk Jakarta. Tapi diaspora lebih resourceful. Karena di luar negeri mereka lebih bersaing, lebih punya jaringan," ujar Dino.
Jika diberdayakan, Dino menilai bahwa komunitas diaspora diyakini mampu memberikan sumbangsih positif demi pembangunan bangsa.
"Potensi luar biasa mereka, jika disinergikan, akan memberikan dampak yang luar biasa bagi Tanah Air. Contohnya China dan India, mampu menjadi negara dengan ekonomi besar, salah satunya karena peran diaspora," ungkap mantan diplomat tersebut.
Namun, saat ini pemerintah mengalami hambatan untuk memaksimalkan peran diaspora Indonesia. Penyebabnya adalah minimnya lembaga pemerintah yang mampu mengelola potensi diaspora.
"Perlu ada struktur di pemerintah yang mengakomodasi. Dalam bentuk badan nasional misalnya yang mampu menampung dan menyalurkan aspirasi serta potensi diaspora Indonesia. Itu jadi tantangan pemerintah. Kalau itu terjadi, ledakan produktivitas dari sinergi tersebut akan luar biasa," tutup Dino.
Saksikan video wawancara khusus Dino Patti Djalal dengan Liputan6.com: