Liputan6.com, Jakarta - Tak ada yang menduga, Korea Utara akan menyerang tiba-tiba sebelum pagi menjelang. Waktu baru menunjuk ke pukul 04.00, 25 Juni 1950 kala 130 ribu tentara Korut (KPA) menyeberangi wilayah perbatasan 38th parallel, menuju Korsel...
Para serdadu tak datang dengan tangan kosong. Mereka membawa 200 tank, SU-76 assault gun buatan Uni Soviet, juga 600 senjata artileri. Perang Korea pun pecah.
Seperti dikutip dari situs http://korean-war.commemoration.gov.au/, tujuan mereka adalah untuk menghancurkan militer Korea Selatan (ROK), menduduki Seoul, dan 'membebaskan Korsel'.
Baca Juga
Advertisement
Serangan tiba-tiba itu bikin markas Departemen Pertahanan Amerika Serikat di Pentagon kalang kabut. Mereka sama sekali tak mempersiapkan langkah antisipasi.
Ada yang beranggapan, hanya sedikit yang bisa dilakukan kala itu oleh AS, sementara yang lain yakin benar, itu adalah awal dari rencana penguasa Soviet, Stalin, untuk menguasai dunia.
Kabar penyerangan Korut diterima Presiden AS Harry Truman lewat sambungan telepon dari Menlu, Dean Acheson.
Truman yang sedang berkunjung ke kampung halamannya bergegas kembali ke Washington DC untuk menggelar rapat darurat dengan para penasihatnya.
Komandan Pasukan AS di Timur Jauh, Douglas MacArthur dipertimbangkan untuk segera mengambil tindakan. Namun, keputusan konkret belum lagi diambil.
Presiden Korsel kala itu, Syngman Rhee secara terbuka mengutarakan kekecewaaannya terhadap respons AS yang lambat.
"Pasukan kami sungguh gagah berani. Mereka mengorbankan nyawa mereka melawan tank-tank... Korea dalam situasi sulit karena bantuan lambat diberikan. Terlalu sedikit dan terlambat," kata dia seperti dikutip dari Time.
Sementara itu, lewat radio, Pyongyang berkali-kali menyerukan agar Korea Selatan menyerah atau binasa.
Nyaris Memicu Perang Dunia III
Korea yang sebelumnya menjadi wilayah jajahan Jepang, dibagi menjadi dua setelah Perang Dunia II berakhir dan Tokyo menjadi pihak yang kalah.
Pasukan AS menerima penyerahan wilayah dari Jepang di Korea selatan, sementara pasukan Soviet melakukan hal yang sama di Korea utara.
Soviet lalu membantu pembentukan rezim komunis di Korea Utara, sementara Amerika Serikat menjadi sumber utama dukungan finansial dan militer untuk Korea Selatan.
Perang Korea kala itu bukan semata pertempuran antara Seoul lawan Pyongyang.
Penyerangan yang dilakukan Pyongyang kala itu didukung Soviet. Di sisi lain, pihak AS memberi bantuan pada Korsel.
PBB, melalui Dewan Keamanan PBB, lalu segera mengeluarkan resolusi yang menyerukan bantuan militer untuk Korut.
Rusia yang sedang memboikot Dewan Keamanan tak bisa mengambil langkah veto.
Berbekal resolusi Dewan Keamanan PBB, Presiden Truman segera mengerahkan pasukan darat, udara, dan laut ke Korea -- untuk melakukan apa yang ia sebut sebagai 'tindakan polisi' (police action).
Intervensi AS kala itu membalikkan arus pertempuran. Pasukan Amerika Serikat dan Korsel merangsek masuk ke Korut -- yang memicu intervensi besar-besaran pasukan komunis China pada akhir 1950.
Perang Korea adalah pertempuran 'panas' pertama pada era Perang Dingin. Kali pertama pasukan AS diterjunkan pasca-Perang Dunia II. Lebih dari 55.000 tentara Amerika terbunuh dalam konflik tersebut.
Kala itu, AS menerapkan kebijakan 'perang terbatas', di mana tujuan Washington DC bukanlah kekalahan total pihak musuh, melainkan "terbatas" untuk melindungi Korea Selatan.
Bagi pemerintah AS, itu adalah satu-satunya pilihan rasional untuk menghindari Perang Dunia III, sekaligus mengatasi sumber daya yang menipis.
Di sisi lain, rakyat AS tak memahami istilah 'perang terbatas'. Yang mereka inginkan adalah kemenangan total seperti pada masa Perang Dunia II.
Itu mengapa, kebijakan dalam Perang Korea tidak mendapat dukungan rakyat AS.
Setelah tiga tahun pertempuran berdarah, yang menewaskan total 5 juta tentara dan warga sipil, Perang Korea diakhiri dengan gencatan senjata, bukan perjanjian damai. Semenanjung Korea hingga saat ini masih terbelah dua.
Secara teknis, Korsel dan Korut masih saling berhadapan, sebab Perang Korea belum benar-benar berakhir.
Semenanjung Korea kini bahkan dianggap sebagai titik panas, yang mungkin mengawali Perang Dunia III pada masa depan
Tak hanya menjadi permulaan Perang Korea, tanggal 25 Juni tercatat dalam sejarah karena sejumlah momentum.
Misalnya, pada 1991, Kroasia dan Slovenia menyatakan kemerdekaan dari Yugoslavia.
Dan pada 25 Juni 1993, Kim Campbell dipilih sebagai ketua Partai Konservatif Progresif Kanada dan menjadi perempuan pertama yang menjadi Perdana Menteri di negara tersebut.
Saksikan juga video menarik berikut ini: