Liputan6.com, Jakarta - Perdebatan terkait ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) belum juga menemui titik temu. Sebagian kalangan bahkan menilai adanya presidential threshold justru melanggar konstitusi.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo membantah hal itu. Tjahjo menjelaskan, putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013 tidak membatalkan Pasal 9 UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Artinya, ketentuan presidential treshold 20 persen kursi atau 25 persen suara masih sah dan berlaku.
Advertisement
"RUU Pemilu tidak menambah dan tidak mengurangi Pasal 9 UU 42 Tahun 2008 yang tidak dibatalkan MK tersebut. Dengan demikian, tidak benar jika dikatakan bertentangan dengan konstitusi," kata Tjahjo melalui pesan singkat, Selasa (27/6/2017).
Partai politik atau gabungan partai politik yang memenuhi syarat, dapat mengusulkan pasangan calon wakil presiden dan wakil presiden sebelum pelaksanaan pemilu.
Memang, kata Tjahjo, Pilpres 2019 dilaksanakan serentak dengan pemilihan legislatif. Dengan begitu, pemilu yang diselenggarakan sebelum pemilu 2019 adalah pemilu 2014.
"Dengan demikian logika yang diopinikan bahwa ada pendapat terkait kedaluwarsa kondisi politik lima tahun sebelumnya adalah tidak tepat. Karena memang ada tidak pemilu lain selain Pemilu 2014 yang bisa jadi dasar rujukan presidential threshold," jelas dia.
Penerapan presidential threshold diperkuat dengan adanya Pasal 28J ayat 2 UUD 1945. Dalam aturan itu, disebutkan pembatasan yang ditetapkan dalam undang-undang adalah konstitusional.
"Sepanjang nilai maslahatnya atau kebaikannya lebih besar ketimbang mudaratnya untuk kepentingan bangsa dan negara," ucap Tjahjo Kumolo.
Saksikan video berikut ini: