Harry Potter, Mahakarya yang Lahir dari Keputusasaan

Tak banyak yang tahu kalau Harry Potter, mahakarya dari J. K. Rowling lahir saat wanita Inggris itu sedang dilanda depresi.

oleh Nilam Suri diperbarui 27 Jun 2017, 19:00 WIB
JK Rowling, (Telegraph)

Liputan6.com, Jakarta Bulan Juni ini, tepatnya tanggal 26, para Potterheads, alias penggemar setia Harry Potter merayakan 20 tahun diterbitkannya buku tentang penyihir dari Hogwarts itu untuk pertama kalinya. Harry Potter adalah buah karya dari seorang wanita asal Inggris bernama Joanne Kathleen Rowling, atau J. K. Rowling.

Namun tak banyak yang tahu, Harry Potter ditulis oleh J. K. Rowling ditengah-tengah depresi yang melandanya. j. K. Rowling mengungkapkan, dia saat itu berpikir untuk mengakhiri hidupnya sendiri, akibat depresi dan perjuangannya saat itu sebagai orangtua tunggal.

Mengutip Telegraph, Selasa (27/6/2017), setelah berpisah dengan suami pertamanya, seorang jurnalis asal Portugis bernama Jorge Arantes, Rowling mengalami depresi. Saat itu, pertengahan tahun 90-an, J. K. Rowling tinggal di sebuah flat kecil bersama putrinya, Jessica, yang masih bayi.

Untungnya, penulis Harry Potter ini kemudian memutuskan untuk mencari bantuan profesional. Rowling melakukan terapi perilaku kognitif. Terapi ini menggunakan konseling untuk membantu pasien mengontrol pikiran-pikiran negatifnya.

"Apa yang membuatku memutuskan untuk mencari bantuan adalah putriku. Kehadirannya menyadarkanku dan membuatku berpikir hal ini tidak benar, tidak mungkin benar. Dia tidak bisa bertumbuh dewasa dengan kondisiku yang seperti ini," ujar Rowling.

Rowling mengatakan saat itu kepalanya dipenuhi pikiran-pikiran bunuh diri, bukan sekedar merasa murung dan sedih saja.

 

Lahirnya Harry Potter

Saat mengalami depresi dan menjalani terapi kognitif itulah Rowling mulai menulis Harry Potter.

Dalam novelnya itu, J. K. Rowling banyak memasukkan unsur depresi dalam ceritanya. Harry Potter sendiri bukanlah tokoh yang bebas dari masalah dan pikiran-pikiran buruk.

Selain itu, salah satu makhluk di dalam novel Harry Potter, yaitu dementor, adalah simbol dari depresi yang pernah dialami oleh Rowling. Dementor adalah makhluk sihir yang kehadirannya akan menciptakan suasana dingin. Dan orang-orang yang berada di dekat makhluk ini akan merasa semua harapan dan kebahagiaan mereka terenggut. Mereka merasa seolah-olah tidak akan pernah bahagia kembali.

Seperti itulah J. K. Rowling menggambarkan depresinya. Namun di saat yang sama, salah satu penulis terkaya di dunia ini, juga memberikan "obat" bagi mereka yang mengalami depresi melalui ceritanya itu.

Dementor bisa dihalau dengan suatu mantra bernama Patronus. Penyihir yang ingin melakukan mantra ini harus meneriakkan "Expecto Patronum" sambil memikirkan hal-hal yang membuatnya bahagia. Karena hanya dengan pikiran bahagia inilah mantra Patronus berhasil dilakukan dan dementor berhasil diusir.

Kampanye Melawan Depresi

Selain cerita tadi, salah satu kutipan dari J. K. Rowling yang dititipkan lewat mulut salah satu tokoh di dalam novelnya, Albus Dumbledore, juga adalah mantra sakti yang terus dipegang oleh para penggemarnya yang sedang berjuang melawan depresi.

"Happiness can be found, even in the darkest of times, if one only remembers to turn on the light." (Kebahagiaan bisa ditemukan, bahkan di masa-masa tergelap sekalipun, jika saja orang ingat untuk menyalakan cahaya.)

Setelah dilanda depresi dan perjuangan yang Rowling lakukan untuk melewatinya, wanita 51 tahun ini mengatakan, "Aku tidak pernah sedikit pun merasa malu pernah mengalami depresi. Tidak pernah sama sekali," ujarnya.

"Apanya yang memalukan? Aku berhasil melewati masa-masa yang sangat sulit dan aku merasa bangga bisa melaluinya."

J. K. Rowling terkenal vokal dan aktif "mengawal" para penggemarnya yang sedang berjuang melawan depresi. Dan tak pernah lelah menyampaikan dukungan dan sarannya untuk pembacanya yang sedang membutuhkan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya