Liputan6.com, Bengkulu Ribuan warga di Kecamatan Tebat Karai, Kabupaten Kepahiang, Bengkulu, terpaksa mandi dan mencuci di aliran sungai. Penyebabnya, pipa induk milik PDAM yang mengalir ke wilayah itu pecah sejak pekan terakhir bulan Ramadan lalu dan belum sempat diperbaiki. Akibatnya, warga mengalami krisis air bersih.
Kondisi ini diperparah dengan struktur tanah di wilayah itu yang dilapisi bebatuan, sehingga masyarakat tidak bisa membuat sumur galian sebagai alternatif untuk mendapatkan air bersih. Untuk kebutuhan buang air, beberapa warga terpaksa memanfaatkan aliran air di pematang sawah untuk dibawa pulang menggunakan jeriken.
"Sedikit kotor, kami tidak punya pilihan lain," ujar Heri Supandi, warga Tebat Karai saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (28 Juni 2017).
Baca Juga
Advertisement
Krisis air bersih terparah dialami warga Desa Peraduan Binjai dan Tebing Penyamun, karena berada di ketinggian dan jauh dari aliran sungai. Warga desa terpaksa membeli air yang diantar ke rumah dengan menggunakan kendaraan bermotor. Setiap 500 hingga 800 liter air, warga membeli dengan harga Rp 60 ribu.
Karena seluruh warga ingin mendapatkan air bersih dengan segera, para penyuplai air terpaksa menggunakan sistem antrean saat mengantar air ke rumah warga. "Antreannya panjang, kami baru diantar jam dua dini hari tadi," lanjut Heri.
Sementara itu, Safran Anshori, warga Desa Muara Langkat, mengaku sedikit beruntung. Sebab, aliran Sungai Kepahiang melewati desa mereka. Warga memanfaatkan aliran ini untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari.
Namun untuk memasak, mereka tidak berani berspekulasi. Sebab, tingkat kejernihan yang kadang tidak stabil apalagi setelah diguyur hujan, membuat mereka harus menyiapkan stok air bersih yang dibeli dari mobil tangki pengangkut air.
"Aliran sungai kami manfaatkan untuk mandi dan mencuci saja, untuk minum, kami terpaksa membeli," kata Safran.