Gembong Pemberontak Maute Minta Tukar Tawanan dengan Filipina

Pemimpin kelompok pemberontak Maute usulkan pertukaran tawanan dengan pemerintah Filipina, meminta agar ibu sang gembong dibebaskan militer.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 28 Jun 2017, 17:00 WIB
Asap hitam membumbung tinggi ke udara usai militer pemerintah Filipina melancarkan serangan udara ke sebuah lokasi yang telah dikuasai oleh militan Maute di kota Marawi, Filipina Selatan, (27/5). (AP Photo / Bullit Marquez)

Liputan6.com, Marawi - Pemimpin kelompok pemberontak Maute --gerombolan yang menyulut pertempuran bersenjata di Kota Marawi-- mengusulkan pertukaran sandera dengan Angkatan Bersenjata Filipina (AFP). Gembong grup bersenjata itu berniat untuk melepas pastor Teresito 'Chito' Suganop dan beberapa sandera yang telah ditawan sekitar 24 Mei 2017.

Pastor Chito dan sejumlah sandera akan dilepas oleh kelompok pro-ISIS itu, jika pemerintah bersedia melepas anggota keluarga Maute yang ditahan oleh AFP, menandai sebuah prosesi pertukaran tawanan. Demikian seperti yang diwartakan oleh Inquirer.net, Rabu (28/6/2017).

Salah satu anggota keluarga Maute yang ditahan oleh pemerintah Filipina adalah ibu dari Abdullah Maute --pemimpin kelompok pemberontak di Marawi. Wanita bernama Ominta Farhana Maute itu ditangkap di Lanao del Sur pada 11 Juni 2017.

Sementara itu, Pastor Chito dan sekitar ratusan jemaahnya telah menjadi tawanan pemberontak Maute sehari setelah pertempuran di Marawi pecah pada 24 Mei 2017.

Usulan pertukaran sandera itu digagas oleh Abdullah dan disampaikan langsung kepada tim aparat pemerintah. Pertemuan kedua kelompok itu dilakukan saat situasi gencatan senjata dilaksanakan selama 8 jam di Marawi pada Minggu 25 Juni 2017, guna memperingati Hari Raya Idul Fitri.

Tim aparat pemerintah itu diutus untuk menjadi penghubung komunikasi antara kelompok Maute dengan otoritas Filipina. Demikian menurut penuturan salah seorang sumber anonim yang menyertai para utusan pemerintah itu, seraya membeberkan gagasan pertukaran sandera tersebut kepada media.

Sumber anonim itu juga menambahkan bahwa Abdullah enggan untuk melakukan negosiasi dengan pemerintah Filipina. Ia justru meminta agar Moro Islamic Liberation Front (MILF) dilibatkan dalam segala proses negosiasi di kemudian waktu.

Bahkan, Abdullah Cs bersedia untuk meninggalkan Marawi jika MILF ikut terlibat dalam intervensi.

"Jika MILF mengintervensi, mereka berjanji akan meninggalkan Marawi. Jika tidak, mereka akan bertempur hingga titik darah penghabisan," kata sumber anonim mengutip perkataan Abdullah Maute.

Pada kesempatan yang berbeda, MILF mengaku berniat terlibat dalam proses negosiasi guna meredakan konflik bersenjata di Marawi. Namun, kelompok otonom bangsa Moro itu ingin berkonsultasi terlebih dahulu dengan delegasi penghubung MILF untuk pemerintah Filipina.

"Kami tidak ingin tindakan kami disalahartikan. Kami ingin agar segala aksi harus mendapat izin dari pemerintah dan berdasarkan kesepakatan bersama," kata Von al Haq, juru bicara untuk MILF.

 

 

Saksikan juga video berikut ini


Pemerintah Menolak Tawaran untuk Tukar Tawanan

Istana Malacanang, kantor kepresidenan Filipina, menolak tawaran Abdullah Maute untuk pertukaran tawanan. Pernyataan itu disampaikan oleh juru bicara kepresidenan, Ernesto Abella.

"Adalah kebijakan pemerintah untuk tidak bernegosiasi dengan teroris," kata Abella di Istana Malacanang.

Ketua Penasihat Kepresidenan Filipina untuk Proses Perdamaian, Jesus Dureza, juga menyatakan bahwa pihaknya menolak untuk melakukan pertukaran sandera dengan pemberontak Maute.

"Itu tidak mungkin. Kami tidak bernegosiasi dengan teroris. Ibunya tetap akan dihadapkan pada proses hukum yang berlaku," jelas Dureza kepada Inquirer.

"Jika kami menurut tuntutan mereka, akan memberikan kesan bahwa mereka berhasil meneror kami. Jadi negosiasi tidak akan dilakukan," tambahnya.

Pendapat serupa juga disampaikan oleh Menteri Kehakiman Vitaliano Aguirre II. Ia juga menyampaikan bahwa proses pertukaran sandera dengan kelompok teroris --seperti gerombolan Maute-- adalah perbuatan ilegal dan melanggar hukum domestik Filipina.

Sementara itu, pihak keluarga pastor Chito menyerahkan segala keputusan kepada pemerintah Filipina.

"Bukan kami yang harus menyarankan segala sesuatu apa yang harus dilakukan. Kami serahkan itu semua kepada militer dan pemerintah," kata Rufino Larroza, paman pastor Chito.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya