Liputan6.com, Jakarta - Pada 30 Juni 2009, Yemenia Air IY626 celaka di Samudera Hindia, dekat Kepulauan Comoro. Nyaris seluruh penumpang dan awak pesawat tewas. Kecuali satu...
Entah bagaimana caranya, seorang gadis 14 tahun bisa selamat setelah terlempar ke lautan gelap dan ganas. Ia tetap bertahan meski jeritan para penumpang di sekitarnya kian samar lalu lenyap sama sekali.
Gadis cilik itu tak pandai berenang, tidak ada jaket penyelamat yang menempel di badannya. Ia hanya bergantung nyawa pada puing pesawat yang menjadi tumpuannya mengapung.
Baca Juga
Advertisement
Bahia Bakari -- nama korban -- ditemukan dalam kondisi bernyawa setelah kecelakaan, di tengah lautan yang bergejolak, dikelilingi tumpahan minyak, puing-puing pesawat, barang-barang penumpang, dan jasad-jasad yang mengambang.
Ia menderita kelelahan ekstrem dan hipotermia. Wajah, lengan, dan kakinya juga penuh luka, tulang lehernya retak, namun kondisinya jauh dari bahaya.
Kala itu, remaja itu bepergian bersama ibunya dari Paris ke Moroni, Komoro -- sebuah pulau di perairan Mozambik -- untuk mengunjungi sanak keluarga.
Keduanya berniat mengunjungi di Desa Nioumadzaha, kampung halaman mereka sebelum pindah ke Marseilles, Prancis.
"Aku ingat, pesawat saat itu mulai menurun. Awak kabin memerintahkan kami mengencangkan sabuk pengaman karena kapal terbang berpotensi mengalami tabrakan," kata dia kepada CNN, seperti dikutip dari New York Daily News, Kamis (29/6/2017).
Airbus A310 itu berusaha mendarat di Kepulauan Komoro di tengah cuaca buruk. Dua kali pendaratan darurat dilakukan, namun, upaya itu gagal. Kapal terbang tersebut akhirnya menghujam lautan.
Bahia mengaku merasakan sensasi seperti 'tersengat listrik' saat pesawat menabrak lautan. Setelah itu, ia mendengar suara-suara.
"Saya mendengar suara lain -- para perempuan yang menangis, tapi saya tidak melihat mereka," kata dia, seperti dikutip dari Telegraph.
"Lalu, saya melihat puing dan memutuskan untuk meraihnya dan bertahan di sana."
Remaja pemberani itu mencengkeram puing selama lebih dari sembilan jam dalam kegelapan, meskipun ombak ganas terus berupaya meraihnya.
"Pada saat itu, saya berpikir tidak ada yang bisa menemukan saya," kata Bahia.
Tiba-tiba, ia mendengar suara teriakan. "Kemarilah," kata Bahia, menirukan apa yang didengarnya.
Ia pun mendongakkan kepalanya dan melihat keberadaan sebuah kapal. Masih mencengkeram puing-puing yang mengambang, ia mencoba untuk berenang ke arahnya. Namun, tubuhnya terlalu lemas.
Libouna Selemani Matrafi, seorang pelaut, adalah relawan yang kali pertama melihat keberadaan Bahia.
Ia menemukan gadis muda itu berada di atas sebongkah puing. "Saya berenang 30 meter untuk mencapainya karena dia terlalu lelah untuk berenang," kenangnya. "Dia berpegangan pada saya dan sebuah pelampung karet terlontar dari kapal."
Ketika akhirnya berhasil diangkat, Bahia langsung dibalut selimut. Segelas minuman manis diberikan kepadanya. Ia kemudian dilarikan ke rumah sakit.
Sang ayah, Kassim Bakari menganggap, keselamatan putrinya itu adalah keajaiban.
"Ia tak merasakan apapun dan kemudian baru menyadari tengah berada di lautan. Putri saya mendengar orang-orang berbicara di sekitarnya namun tak melihat apapun di tengah kegelapan," kata dia.
"Ia terlontar ke sisi pesawat. Aku tak mengira dua akan selamat. Itu adalah kehendak Allah Yang Maha Kuasa."
Bahia Bakari adalah satu dari 142 penumpang -- termasuk tiga bayi -- dan 11 awak di atas Airbus 310. Sebanyak 152 orang tewas dalam kecelakaan tersebut, termasuk sang ibu.
Situs The Aviation Safety Network menyebut, apa yang menimpa Yemenia Air IY626 adalah kecelakaan pesawat mematikan kedua yang menyisakan hanya satu korban selamat.
Sebelumnya, gadis cilik berusia empat tahun menjadi satu-satunya korban selamat ketika sebuah pesawat Northwest Airlines jatuh di Detroit pada tahun 1987 dan menewaskan 156 orang.
Tak hanya kecelakaan Yemenia Air IY626 yang terjadi pada tanggal 30 Juni. Sejumlah peristiwa bersejarah juga terjadi pada tanggal yang sama.
Pada 1908, terjadi ledakan dahsyat terjadi di daerah Tunguska, pedalaman Siberia. Berdasarkan kalender Julian yang waktu itu dipakai di sana, tanggal kejadian adalah 17 Juli.
Kekuatannya mencapai 1.000 bom atom Hiroshima. Akibatnya sungguh luar biasa. Sebanyak 80 juta batang pohon seluas 830 mil persegi hangus terbakar. Beruntung tidak ada korban jiwa. Karena lokasi ledakan jauh dari pemukiman.
Dampak ledakan yang disebut mencapai 30 megaton itu juga dikatakan menimbulkan guncangan di permukaan bumi hingga mencapai 5.0 skala Richter (SR).
Tidak hanya itu, sesaat kemudian sebuah gelombang ledakan membentang sejauh 40 kilometer, memporakporandakan semua kehidupan. Belakangan diketahui penyebab insiden tersebut adalah meteorit.
Jejak-jejak insiden Tunguska bahkan masih bisa dilihat beberapa dekade kemudian.
Tanggal 30 Juni 1971 juga menjadi momentum kematian pertama manusia di angkasa luar.
Kala itu, pesawat Uni Soviet, Soyuz 11 kehilangan tekanan saat reentry atau masuk kembali ke Bumi.
Musibah tersebut menewaskan kosmonot Vladislav Volkov, Georgi Dobrovolski, dan Viktor Patsayev.
Saksikan juga video menarik berikut ini: