Liputan6.com, Jakarta - Banyak sumber daya yang terbatas jumlahnya, sehingga akan habis jika tidak dikelola dan dipakai dengan hati-hati.
Mungkin kita berpikir tentang menipisnya cadangan minyak bumi, walaupun ternyata ada beberapa jenis sumber daya lain yang tidak kita sangka akan habis juga.
Baca Juga
Advertisement
Beberapa jenis sumber daya itu seakan tidak langsung berkenaan dengan manusia, tapi berdampak kepada rantai pasokan pangan demi kelangsungan hidup.
Diringkas dari toptenz.net pada Jumat (30/6/2017), berikut ini adalah 7 jenis sumber daya yang akan habis atau menjadi tidak berguna jika kita lalai mengelolanya:
1. Pisang
Amerika Latin adalah penghasil terbesar pisang sedunia, sekitar 70 persen produksi yang setara dengan setara dengan kira-kira US$ 8,9 miliar per tahun.
Manusia menumbuhkan pisang sejak 10 ribu tahun terakhir dan buah yang terbanyak disantap itu menjadi bagian penting pangan harian bagi banyak orang. Pisang kaya akan magnesium, potasium, dan vitamin-vitamin C dan B6.
Pisang yang lazim dimakan adalah spesies Cavendish yang ditanam secara monokultur. Dengan demikian, setiap pohon pisang itu sama adanya dan semua pisang di pasar swalayan pada dasarnya merupakan kloning sesama pisang.
Baru-baru ini mulai muncul serangan jamur Tropical Race 4 yang menyerang pohon-pohon pisang sehingga mengurangi kemampuan pohon untuk menyerap zat hara dari dalam tanah.
Jamur itu belum bisa dibunuh dengan zat fungisida manapun yang ada sekarang dan mudah berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan cara menempel pada sepatu boots, pakaian, perkakas, dan bahkan air. Jamur itu menyebar ke Asia, Afrika, dan Timur Tengah, serta diduga telah juga menyerang Amerika Latin.
Satu-satunya cara melawan adalah melalui karantina dan pemusnahan tanaman yang terinfeksi. Jika tidak, Cavendish akan habis dan memaksa kita menggantinya dengan salah satu di antara 1.200 spesies pisang yang ada.
Rasanya memang berbeda, tapi mungkin kita harus membiasakan diri.
Advertisement
2. Musik Baru
Basis data Gracenote memiliki 130 juta lagu dari seluruh dunia. Jika kita mendengarkan satu per satu sepanjang hari, makan perlu waktu 1.200 tahun untuk mendengarkan semuanya.
Jumlah ratusan juga sebenarnya belum seberapa dibandingkan dengan potensi kombinasi nada yang dapat kita rangkai, jadi sebenarnya musik baru akan bisa terus diciptakan selama manusia masih ada.
Namun demikian, manusia secara relatif memiliki kemampuan yang sedikit untuk mendengarkan suara-suara. Jangkauan pendengaran kita adalah antara 20 hingga 20 ribu Hertz.
Ditambah dengan fakta bahwa kita memiliki kecenderungan menyukai nada-nada tertentu dan kecenderungan meminjam dan meramu ulang lagu dan nada dari masa lalu, maka jumlah lagu yang mungkin tercipta menjadi amat sedikit.
Belum diketahui kapan semua kombinasi suara yang memungkinkan masih bisa membentuk musik baru dan dapat dinikmati. Waktunya diperkirakan masih lama, tapi kita harus ingat bahwa penciptaan lagu baru akan selesai di suatu waktu nanti.
3. Lebah
Lebah telah ada sejak 74 hingga 146 juta tahun sebelum benua-benua berpisah. Kehadiran serangga itu diduga bertepatan dengan evolusi awal pohon-pohon berbunga.
Sekarang ini ada beberapa spesies lebah, tapi yang paling lazim dan paling bermanfaat bagi manusia adalah lebah madu Eropa. Spesies itu telah dipelihara bahkan sejak 1000 SM di Mesir. Serangga itu telah disebar ke seluruh benua karena madu yang nikmat dan lilin sarang yang bermanfaat.
Sekarang, serangga tersebut berada di bawah ancaman fenomena yang disebut dengan Colony Collapse Disorder (CCD) sehingga memusnahkan sarang-sarang mereka.
Penyebab gejala itu bermacam-macam dan belum sepenuhnya dimengerti. Para peneliti menduga kutu, agen penularan, pola cuaca, radiasi elektromagnet, pestisida, gizi buruh, stres dan virus lumpuh akut menjadi faktor-faktor utama.
CCD pertama kali ketahuan pada 2006 dan belum ditemukan solusi tuntas untuknya. Mungkin kita merasa mampu hidup tanpa madu dan lilin lebah, tapi ingatlah bahwa lebah melakukan penyerbukan sepertiga pasokan pangan dunia. Tanpa lebah, tanaman tidak bisa tumbuh dan melakukan reproduksi.
Advertisement
4. Isotop Kedokteran
Isotop kedokteran dipakai untuk deteksi kanker tulang dan penyakit otak serta ginjal pada setidaknya 70 ribu orang setiap hari. Salah satu zat isotop yang dipakai menjadi pelacak radioaktif adalah technetium-99m (Tc-99) yang dibuat di fasilitas reaktor nuklir untuk penelitian.
Sejak 2009, dua reaktor penelitian ditutup untuk perbaikan karena usianya sudah lebih dari setengah abad.
Hal itu mengguncang dunia kedokteran sehingga banyak tenaga profesional yang kembali menggunakan teknik yang lebih kuno dan kurang handal untuk penanganan yang melibatkan radiasi dosis tinggi pada pasien.
Isotop itu tidak bisa disimpan lama, karena masa pakainya hanya 12 jam, padahal dipakai dalam 80 persen perangkat pencitraan medis di seluruh dunia.
Bukan hanya itu, reaktor Chalk River di Kanada tutup selamanya pada 2016. Padahal reaktor itu memasok sepertiga kebutuhan Tc-99 dunia. Jadi ada kekosongan dalam rantai pasokan yang belum akan segera terisi lagi.
Ada beberapa perusahaan di Amerika Utara sedang menelaah masalah itu dan sepertinya telah mendapatkan cara menghasilkan Tc-99 tanpa memerlukan reaktor nuklir, tapi masih harus melewati birokrasi agar layak pakai di masyarakat.
5. Ikan Sarden
Salah satu makhluk laut yang menyusut jumlahnya adalah ikan sarden. Kekurangan itu disebabkan oleh kelebihan tangkapan dan pendinginan perairan Pasifik Utara sejak 1990-an.
Sarden menyukai perairan yang agak hangat sehingga penurunan suhu secara mendadak memiliki dampak buruk pada ekosistem kelautan.
Fenomena itu tidak mengejutkan karena para peneliti telah memperingatkan tentangnya. Tapi, kelebihan tangkapan terus berlanjut sehingga jejaring nelayan pada 2013 di pantai Pasifik di Kanada tidak mendapatkan sarden lagi.
Kekosongan itu pernah terjadi pada 1940-an ketika perairan menjadi lebih dingin dan populasi sarden berkurang, tapi sekarang ada jauh lebih banyak kapal nelayan sehingga populasi sarden tidak mampu lagi mengisi kekurangannya.
Lebih parah lagi adalah akibat dari tangkapan berdasarkan ukuran, sehingga ukuran rata-rata berbagai spesies ikan telah berkurang hingga setengah dari masa 1970-an.
Peraturan diciptakan agar menyisakan ikan-ikan yang lebih muda sedangkan yang berukuran lebih besar boleh ditangkap. Tapi, karena tersisa ikan-ikan yang lebih kecil, maka keturunannya pun lebih mungil.
Advertisement
6. Antibiotik
Antibiotik memang tidak raib, tapi menjadi tidak ampuh lagi. Seperti semua makhluk hidup di Bumi, bakteri juga berkembang untuk lebih baik dalam menghadapi tantangan-tantangan dari luar sehingga banyak orang meninggal karena bakteri yang telah kebal terhadap antibiotik.
Perkembangan kekuatan bakteri itu adalah kejadian alamiah, tapi telah dipercepat oleh penyalahgunaan antibiotik untuk sakit sepele seperti radang tenggorokan atau melawan virus yang sebenarnya bukan diobati menggunakan antibiotik.
Antibiotik juga ada dalam banyak jenis daging yang kita santap.
Lebih parah lagi, perusahaan-perusahaan farmasi juga menganggap investasi dalam pengembangan antibiotik tidak menguntungkan secara finansial sehingga mereka mengalihkan investasi kepada obat-obat penyakit kronis untuk penggunaan jangka panjang.
Karena situasi yang mendesak, ada beberapa pihak yang mengusulkan agar dana pembuatan antibiotik diambil dari anggaran militer karena situasinya dapat menjurus kepada masalah pertahanan nasional.
7. Pasir
Di masa depan mungkin kita pulang dari pantai tanpa adanya pasir terselip di pakaian renang kita karena pantai-pantai sudah tidak ada lagi.
Akibat peningkatan permukaan laut dan bertambahnya kegiatan badai, ditambah lagi dengan erosi besar-besaran karena pengembangan garis pantai oleh manusia, maka antar 70 hingga 90 persen pantai dunia akan lenyap.
Fenomena itu tidak terlihat oleh orang yang tinggal di darat dan hanya berkunjung ke pantai pada saat musim panas. Tapi, mereka yang tinggal di tepi laut menyaksikan pasokan pasir dalam truk didatangkan untuk mengisi kekurangan pasir pantai.
Mungkin terpikirkan untuk menggunakan pasir gurun. Tapi jenis pasirnya berbeda, lebih halus dibandingkan dengan pasir pantai sehingga pasir gurun rentan lenyap terembus angin laut.
Itulah sebabnya setiap tahun Dubai mengisi ulang pasir yang setiap tahunnya didatangkan dari Australia.
Di Afrika dan Asia, pantai-pantai tergerus oleh para pengumpul pasir untuk keperluan konstruksi. Warga pergi ke pantai bukan untuk berjemur dan berenang, tapi untuk meraup pasir yang masih tersisa.
Advertisement