Liputan6.com, Jakarta Otak kita terdiri dari triliunan sel yang bisa menyimpan 1 miliar bit memori atau ingatan, yang artinya sama dengan informasi dari 500 set ensiklopedia lengkap. Bahkan, hanya untuk urusan ingatan, otak kita memiliki lebih dari 100 miliar neuron (sel saraf) dengan 100 triliun koneksi di antara mereka.
Sebuah penelitian menerangkan, otak kita mampu mengerjakan lebih dari 100 ribu reaksi kimia setiap detiknya. Di mana ada sekitar 3 ribu lebih bahan kimia di dalam otak, yang memungkinkan kita bereaksi terhadap berbagai stimulus dari luar. Lebih dari 50 bahan kimia itu berfungsi mengaktivasi daya ingat, sifat agresif, dan rasa nyaman serta rileks.
Advertisement
Sementara, 2.950 bahan kimia sisanya, sampai saat ini masih belum bisa diketahui secara jelas mengenai apa fungsinya. Bahkan dengan alat diagnostik yang paling canggih sekalipun, ternyata kerja otak dan pikiran kita sampai saat ini masih merupakan misteri yang sangat besar.
Dalam dunia ilmiah, keterbatasan ini dikenal dengan sebutan medical science limitations. Keterbatasan ilmu pengetahuan inilah yang pada akhirnya menjadi bukti nyata akan peran Tuhan dan keimanan sebagai sesuatu yang berada di atas akal dan ilmu pengetahuan. Di mana kesehatan otak, dikatakan menjadi lebih baik ketika Anda sedang puasa.
Merujuk dari penelitian National Institute of Aging di Baltimore, puasa dapat membantu meringankan kondisi permasalahan mental para penderita penyakit parkinson dan alzheimer. Dengan Anda mengerjakan puasa, maka neurotropik akan meningkat dan membantu tubuh untuk memproduksi sel-sel otak baru, yang akhirnya bisa membuat otak berfungsi lebih maksimal.
Sehingga otak menjadi sangat sehat dan maksimal dalam beroperasi, dengan cukup hanya berpuasa dalam satu atau dua hari dalam seminggu. Dan kalau puasa sebulan penuh, maka bayangkan hasil yang bakal Anda dapatkan untuk kesehatan dan ketajaman otak.
Selain itu, khasiat puasa untuk kesehatan juga untuk menurunkan jumlah hormon kortisol, yaitu hormon yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Jika jumlah hormon kortisol turun, maka tingkat stres pada seseorang juga dipastikan akan ikut berkurang. (Hamzah Arfah)