Koalisi Irak-AS Sebut Pembebasan Mosul Tinggal Menghitung Hari

Pasukan Irak yang didukung AS juga mengklaim bahwa pembebasan Mosul dari pendudukan ISIS "sudah berada di depan mata".

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 30 Jun 2017, 16:07 WIB
Polisi Irak berjalan sambil berbicara dengan rekannya menggunakan radio saat bertempur melawan militan ISIS di barat Mosul, Irak, 16 Maret 2017. (AP Photo/Felipe Dana)

Liputan6.com, Mosul - Hingga 30 Juni 2017, pasukan Irak yang didukung oleh Amerika Serikat dilaporkan telah mengepung secara ketat Kota Mosul. Kini, posisi militan ISIS yang menduduki kota tersebut kian terjepit.

Pasukan Irak yang didukung AS juga mengklaim bahwa pembebasan Mosul dari pendudukan ISIS "sudah berada di depan mata". Mereka juga mengisyaratkan, pertempuran untuk merebut kembali kota tersebut dari tangan militan --meski sulit--, tinggal menghitung hari. Demikian seperti yang dikutip dari CNN, Jumat (30/6/2017).

"Pembebasan Mosul sudah di depan mata, namun pertempuran tetap sengit, dan mungkin akan selesai dalam hitungan hari," kata Kolonel Ryan Dillon, juru bicara untuk Combined Joint Task Force--Operation Inherent Resolve--nama sandi intervensi militer koalisi AS terhadap ISIS.

Menurut Kolonel Dillon, prediksi tersebut muncul setelah pasukan koalisi sukses merebut Masjid Agung al-Nuri dari tangan ISIS. Bagi pasukan koalisi, masjid itu menjadi simbol representasi pusat kekuasaan Daesh, sejak Abu Bakr al-Baghdadi menisbatkan dirinya sebagai emir Irak dan Suriah, menandai kelahiran ISIS di kawasan.

Akan tetapi, menurut laporan reporter CNN yang menghimpun keterangan dari militer Irak di lapangan, pasukan koalisi hanya baru menduduki sebagian area dan sekitar perimeter masjid.

Selain itu, sebagian besar militan ISIS diperkirakan masih menetap di kawasan Kota Tua Mosul dan sebuah kompleks rumah sakit di area tersebut.

"Kompleks rumah sakit 11 lantai itu memiliki peran multifungsi, tak hanya sebagai pusat medis, tetapi juga sebagai basis operasi penyerangan militan ISIS," jelas Kolonel Dillon.

Sementara itu, Perdana Menteri Irak, Haider al-Abadi, berkomitmen untuk menumpas habis ISIS di kawasan.

"Saat ini, kehancuran Daesh semakin dekat, yang dibuktikan dengan keberhasilan membebaskan Mosul," jelas PM al-Abadi.

Jika dalam waktu dekat ISIS berhasil ditumpas dari Mosul, pekerjaan berat masih menanti pasukan koalisi. Mereka harus membersihkan ranjau darat yang ditinggalkan oleh para militan di Mosul, hingga membebaskan wilayah lain yang masih dicengkeram oleh Daesh, seperti di Kirkuk, Nineveh, Anbar provinces, Hawija, Tal Afar, Qaim, Ana, dan Rawa.

Warga sipil mengalami dampak signifikan akibat pertempuran di Mosul. Hingga kini, sekitar 742.000 warga sipil telah mengungsi, sedangkan 100.000 orang masih terjebak di dalam kota.

Masyarakat yang masih berada di dalam kota mengalami kondisi yang memprihatinkan. Mereka kekurangan makanan dan obat-obatan, hingga rentan menjadi korban sampingan dari operasi militer di Mosul.

"Khususnya anak-anak, mereka rentan tertembak atau terluka oleh pasukan kedua kubu. Bahkan, ada laporan mereka digunakan sebagai 'tameng hidup'," katar Peter Hawkins, representasi UNICEF di Irak.

 Mengapa Penting Merebut Mosul?

Kota yang terletak 560 km dari barat laut Baghdad itu dianggap sebagai "point of exit and entry" warga asing. Sebagian di antara mereka merupakan calon atau militan ISIS, yang memanfaatkan Mosul sebagai akses mobilitas.

Selain itu, kota itu dijadikan salah satu area penting bagi para militan teroris. Masjid Agung al-Nuri di Mosul misalnya, merupakan simbol representasi pusat kekuasaan Daesh, sejak Abu Bakr al-Baghdadi menisbatkan dirinya sebagai emir Irak dan Suriah, menandai kelahiran ISIS di kawasan.

Selain itu, kondisi kemanusiaan di Mosul mencapai taraf yang sangat memprihatinkan. Sehingga pemulihan status humaniter, infrastruktur, dan pemerintahan kota merupakan salah satu prioritas utama otoritas setempat.

 

Saksikan juga video berikut ini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya