Liputan6.com, Darmstadt - Sepanjang sejarah Bumi selama 4,5 miliar tahun, planet ini sudah berkali-kali diterjang bebatuan angkasa atau asteorid dengan berbagai akibatnya, mulai dari ceburan biasa di lautan hingga musnahnya suatu spesies.
Tidak ada yang bisa menduga jatuhnya asteroid berikutnya ke Bumi. Tapi ilmuwan kini dihadapi tekanan untuk bisa memprediksi dan mencegat kedatangan bebatuan angkasa ke Bumi.
Dikutip dari News.com.au pada Jumat (30/6/2017), Rolf Densing, kepala European Space Operations Centre (ESOC) di Darmstadt, Jerman, menjelang Hari Asteroid Internasional mengatakan, "Cepat atau lambat…entah dampaknya kecil ataupun besar."
Baca Juga
Advertisement
Menurutnya, jatuhnya asteroid itu mungkin bukan terjadi pada masa hidup kita sekarang, tapi "tinggi risikonya Bumi dihantam peristiwa bencana pada suatu hari nanti."
Sekarang ini, tidak banyak yang dapat kita lakukan. Sementara itu, misi pertama untuk menabrakkan diri ke batu angkasa berukuran kecil untuk menggeser arah lintasan pun mengalami langkah mundur karena para menteri Eropa pada Desember lalu mengurangi pendanaan proyek tersebut.
"Kita tidak siap mempertahankan diri menghadapi benda mengarah ke Bumi. Kita tidak punya cara aktif untuk pertahanan planet," beber Densing.
Mirip dengan kisah dalam fiksi ilmiah, beberapa taktik yang mungkin misalnya dengan membom nuklir asteroid yang datang, menggunakan laser untuk melumatnya, atau mengirim "traktor" angkasa untuk menggeser lintasannya.
Para ahli astrofisika yang memantau risiko itu menggolongkan benda-benda angkasa berdasarkan ukurannya, mulai dari ukuran beberapa milimeter hingga yang berukuran 10 kilometer, yaitu ukuran asteroid yang dulunya diduga memusnahkan dinosaurus yang tidak mampu terbang.
Jenis-jenis asteroid yang lebih kecil menerjang Bumi setiap hari, tapi terbakar di atmosfer sebagai bintang jatuh.
Bencana Kiamat
Hantaman terbesar diduga terjadi setiap 100 juta tahun dan hantaman berikutnya itu diduga akan menghabisi peradaban manusia.
Sejauh ini para pakar telah menyusun daftar lebih dari 90 persen asteroid yang cukup besar untuk memusnahkan dinosaurus dan menyimpulkan tidak ada satupun yang menjadi ancaman dalam waktu dekat.
Yang lebih mencemaskan adalah keberadaan jutaan asteroid berukuran antara 15 hingga 140 meter. Sebuah batu angkasa berukuran 40 meter menyebabkan hantaman terbesar belum terlalu lama dalam sejarah, yaitu yang meledak di atas Tunguska, Siberia, pada 30 Juni 1908.
Tanggal 30 Juni itu pun ditetapkan menjadi Hari Asteroid Internasional.
Ledakan itu meratakan 80 juta pohon dalam kawasan seluas 2000 kilometer persegi, suatu kawasan yang lebih luas dari pada London Raya.
Secara rata-rata, kejadian seukuran Tunguska terjadi setiap 30 tahun.
Nicolas Bobrinksy, manajer program untuk Space Situational Awareness di Badan Antariksa Eropa (European Space Agency, ESA), mengatakan, "Bayangkan kalau jenis asteroid ini jatuh di kawasan berpenduduk seperti…Paris atau Jerman, jelaslah ini merupakan bencana."
Ternyata memang pernah terjadi. Misalnya hantaman Chelyabinsk pada 2013 yang tidak langsung disadari orang.
Meteorit berukuran 20 meter meledak di atmosfer di atas Rusia, dengan energi kinetik yang setara 27 bom Hiroshima.
Gelombang kejut yang diakibatkannya memecahkan jendela di hampir 5000 gedung dan melukai lebih dari 1.200 orang.
Patrick Michael, ahli astrofisika di lembaga penelitian CNRS Prancis mengatakan, "Setelah sekarang kita mengetahui bahwa kebanyakan asteroid berukuran 1 kilometer atau yang lebih besar, berikutnya adalah untuk mencari yang berukuran sekitar 140 meter."
"Itu adalah ambang ukurannya. Jika benda seukuran itu menabrak Bumi, maka kehancuran kawasannya setingkat skala negara atau benua."
Yang juga belum diketahui adalah tentang komet-komet berjangka panjang, yaitu pengelana sistem tata surya yang mengorbit matahari selama berabad-abad dan lintasannya belum pernah direkam.
Advertisement
Mata di Angkasa
Eropa sedang mengembangkan jejaring teleskop untuk memberikan peringatan. Sistem itu direncanakan rampung dalam 2 tahun dan "secara sistematis akan memindai langit setiap malam dan asteroid apapun yang mendekat...akan dideteksi dalam waktu peringatan yang cukup, sekitar 2 atau 3 minggu," kata Bobrinsky.
Sebenarnya "cukupanlah dibandingkan dengan yang kita miliki sekarang," imbuhnya. Paling tidak, ada kesempatan evakuasi kota atau menerbitkan peringatan adanya gelombang kejut.
"Berbeda dengan semua risiko alamiah lainnya yang ada di Bumi, semisal tsunami, gempa bumi atau yang sejenisnya, hanya inilah yang dapat kita prediksi," kata Michel.
Untuk itu dibutuhkan kerjasama para politisi dengan badan-badan antariksa, terutama berkaitan dengan pendanaan. Sistem penapis asteroid membutuhkan "kira-kira 300 hingga 400 juta euro," demikian menurut Bobrinsky. Angka itu lebih kecil daripada biaya akibat bencananya.
PBB menetapkan 30 Juni sebagai Hari Asteroid Internasional untuk meningkatkan kesadaran publik tentang kejadian yang disebut sebagai "tantangan terbesar kemanusiaan."
Hari itu merupakan prakarsa ahli astrofisika sekaligus gitaris Brian May (anggota kelompok Queen) dan pembuat film Grigorij Richters yang menyutradarai film fiksi ilmiah 51 Degrees North yang bercerita tentang asteroid yang mengarah ke London.
Prakarsa itu mendapat dukungan puluhan ilmuwan, astronot, dan selebritas. Banyak di antaranya yang akan ikut serta dalam siaran langsung 24 jam pada Jumat yang diprogram oleh badan-badan antariksa Eropa, Jepang, dan AS.