Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak mampu menguat pada penutupan perdagangan Jumat (Sabtu pagi waktu Jakarta). Namun jika dihitung secara enam bulanan atau paruh tahun, harga minyak bukukan penurunan terbesar sejak 1998.
Mengutip Reuters, Sabtu (1/7/2017), harga minyak mentah AS berakhir naik US$ 1,11 per barel atau sekitar 2,5 persen menjadi US$ 46,04 per barel. Sedangkan harga minyak Brent yang menjadi patokan harga minyak dunia ditutup naik 50 sen menjadi US$ 47,92 per barel.
Harga minyak mengalami kenaikan terdorong oleh penurunan jumlah sumur pengeboran di Amerika Serikat (AS) dan juga peningkatan permintaan akan minyak mentah dari China.
Baca Juga
Advertisement
Berdasarkan data yang suguhkan oleh perusahaan jasa energi Baker Hughes, jumlah sumur pengeboran di AS pada Juni turun untuk pertama kali sejak Januari.
Sebelumnya, China juga telah mengeluarkan data bahwa jumlah pertumbuhan pabrik di negara tersebut mengalami percepatan dalam tiga bulan terakhir.
Analis U.S. Bank Wealth Management Rob Haworth menjelaskan, dengan adanya percepatan pertumbuhan pabrik tersebut mendorong persepsi positif dari pelaku pasar.
"Tentu saja memberikan harapan bahwa permintaan akan minyak akan meningkat secara global sehingga harga minyak naik," jelas dia.
Meskipun jika dilihat secara harian mengalami kenaikan, harga minyak sebenarnya mengalami penurunan yang cukup dalam jika dilihat secara enam bulanan atau semester.
Jika dihitung dari awal tahun, harga minyak mentah AS dan Brent mengalami penurunan sebesar 14 persen. Penurunan tersebut terbesar sejak 1998 lalu yang mengalami penurunan sekitar 19 persen.
Jika dilihat sejarah, harga minyak biasanya mengalami kenaikan di paruh pertama setiap tahunnya. Hal tersebut terjadi karena memang kebutuhan atau permintaan melonjak.
Tonton Video Menarik Berikut Ini: