IHSG Berpotensi ke Level 6.000, Ini Sektor Saham Pilihan

Analis prediksi laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ke level 6.000 pada akhir 2017.

oleh Agustina Melani diperbarui 03 Jul 2017, 18:36 WIB
Pengunjung tengah melintasi layar pergerakan saham di BEI, Jakarta, Senin (13/2). Pembukaan perdagangan bursa hari ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat menguat 0,57% atau 30,45 poin ke level 5.402,44. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpotensi ke level 6.000 pada akhir 2017. Sejumlah sektor saham yakni sektor barang konsumsi, infrastruktur, konstruksi dan keuangan akan jadi penopang IHSG.

Analis PT Semesta Indovest Aditya menuturkan, IHSG berpeluang ke level 6.000 pada akhir 2017. Kenaikan IHSG tersebut akan didorong dari sektor saham keuangan yaitu bank, sektor saham konsumsi, konstruksi dan infrastruktur. Aditya mengatakan, sektor saham konstruksi yang masih tertinggal diharapkan dapat bergerak positif. Hal itu didukung dengan program infrastruktur oleh pemerintah. Sektor saham konstruksi susut 4,65 persen sepanjang 2017.

"Sektor konstruksi diharapkan ada perbaikan pada semester II 2017 didorong kontrak kerja pemerintah di bidang infrastruktur. Biaya untuk infrastruktur juga masih besar hingga 2018," kata Aditya saat dihubungi Liputan6.com, Senin (3/7/2017).

Sementara itu, Analis PT Asjaya Indosurya Securities  William Suryawijaya mengatakan, sektor saham pilihan pada semester II antara lain sektor saham infrastruktur, konstruksi dan konsumsi. Senada dengan Aditya, William menilai, program pemerintah terutama infrastruktur akan menjadi pendorong sektor konstruksi dan infrastruktur.

Selain itu, emiten bergerak di sektor barang konsumsi akan menggenjot penjualan pada kuartal III dan IV. William menilai hal itu dapat dongkrak sektor saham barang konsumsi. "Harga komoditas juga akan pengaruhi pergerakan sektor saham," ujar William.

Adapun laju IHSG pada semester II juga akan dibayangi sejumlah faktor antara lain rencana kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (The Fed). Aditya menuturkan, bila the Fed menaikkan suku bunga lebih dari tiga kali akan jadi katalis negatif.

Selain itu, politik Indonesia bila tidak stabil juga akan menekan IHSG. Ditambah penerimaan pajak juga akan disorot pelaku pasar. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 pemerintah menetapkan target penerimaan pajak Rp 1.307,3 triliun.

"Pelaku pasar juga mencermati penerimaan pajak. Bila penerimaan pajak jauh dari target maka defisit melebar," kata Aditya.

Katalis lainnya yang perlu diperhatikan investor, menurut Aditya yaitu pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) pada kuartal II dan III. Aditya menuturkan, jika PDB positif maka bisa jadi tenaga tambahan untuk IHSG.

Sedangkan Aditya memilih saham PT Blue Bird Tbk (BIRD), PT Gudang Garam Tbk (GGRM), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM).

Untuk pilihan saham, Aditya memilih saham PT Gudang Garam Tbk (GGRM), PT Waskita Karya Tbk (WSKT), PT Adhi Karya Tbk (ADHI). Sedangkan William memilih saham PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), PT PP Tbk (PTPP), PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM), dan PT XL Axiata Tbk (EXCL).

Pada penutupan perdagangan saham, Senin 3 Juli 2017, IHSG naik 80,52 poin atau 1,36 persen ke level 5.910,23. Level tersebut tertinggi sepanjang sejarah pasar saham Indonesia. Indeks saham LQ45 menguat 2,03 persen ke level 997,51.

 

 

Saksikan Video Menarik di Bawah Ini:

 

 

 

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya