Liputan6.com, Doha - Menteri Pertahanan Qatar Khaled al-Attiyah menegaskan, negaranya bersiap membela diri jika diperlukan. Hal tersebut diungkapkan al-Attiyah dalam sebuah wawancara dengan Sky News pada Minggu malam di tengah kebuntuan Krisis Teluk.
"Saya harap kita tidak sampai pada tahap intervensi militer, namun kami selalu waspada. Kami siap untuk membela diri," ungkap al-Attiyah seperti Liputan6.com kutip dari Al Araby, Selasa (4/7/2017).
Advertisement
Al-Attiyah juga memperingatkan bahwa Qatar secara historis terbukti bukanlah sebuah negara yang mudah untuk ditaklukkan.
Qatar sendiri telah menanggapi 13 tuntutan dari Saudi Cs. Melalui Menteri Luar Negeri Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al-Thani, negara itu menyatakan deretan tuntutan tersebut "dibuat untuk ditolak".
Serangkaian tuntutan yang telah jatuh tempo tersebut merupakan syarat utama yang harus dituruti Qatar jika negara itu ingin isolasi dicabut.
Beberapa tuntutan Saudi Cs atas Qatar adalah menutup jaringan media Al Aljazeera, menutup pangkalan militer Turki, dan merenggangkan hubungan diplomatik dengan Iran.
Sementara itu, atas permintaan Emir Kuwait Sheikh Sabah Al Ahmad Al Jaber Al Sabah yang selama ini berusaha menegosiasikan perdamaian, Saudi Cs bersedia memperpanjang tenggat waktu hingga 48 jam. Tak jelas apa yang akan terjadi jika Qatar kembali menolak mengikuti keinginan Arab Saudi dan sekutunya.
Lebih lanjut al-Attiyah mengatakan, tuntutan yang diberikan Saudi Cs merupakan "pelanggaran terhadap kedaulatan negaranya". Selain itu, Doha juga merasa "ditikam dari dari belakang" oleh saudaranya.
Menhan Qatar tersebut juga mengungkapkan, kelompok pimpinan Saudi tengah berusaha untuk menggulingkan rezim Qatar.
"Pada 1996 terjadi upaya kudeta yang kejam, lalu tahun 2014 terjadi upaya kudeta yang lunak, demikian pula pada tahun 2017," tutur al-Attiyah merujuk pada Krisis Teluk yang terjadi saat ini.
Kisruh diplomatik di kawasan Teluk dimulai pada 5 Juni lalu saat Saudi, Bahrain, Mesir, dan Uni Emirat Arab memutus hubungan dengan Qatar. Langkah mereka diikuti sejumlah negara lain seperti Yaman, Libya, Maladewa, Mauritania, dan Mauritius.
Tak cukup sampai di situ saja, empat negara Arab yang notabene tetangga Qatar tersebut juga menerapkan blokade darat, udara, dan laut. Mereka menuding Doha mendukung terorisme dan ekstremisme.
Qatar membantah tudingan itu dan menyebutnya tidak berdasar.