Menko Darmin: Jangan Terlalu Risau 7-Eleven Tutup

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengungkapkan, masyarakat jangan terlalu risau dengan penutupan gerai 7-eleven.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 06 Jul 2017, 14:27 WIB
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengungkapkan, masyarakat jangan terlalu risau dengan penutupan gerai 7-eleven.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah meminta kepada masyarakat untuk tidak terlalu khawatir dengan kondisi perekonomian nasional saat ini. Apalagi dengan penutupan ratusan gerai 7-Eleven per akhir bulan lalu.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengungkapkan, kinerja ekspor Indonesia mulai mengalami kontraksi sejak 2012. Akan tetapi, ekspor dan impor menunjukkan tren positif mulai kuartal I-2017.

"Ekspor mulai turun pada 2012, dampaknya memang lama supaya bangkit betul. Tapi sejak kuartal I ini, ekspor impor sudah positif," terangnya di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (6/7/2017).

Pemulihan kinerja ekspor tersebut, dijelaskan Darmin, tidak langsung memperbaiki daya beli masyarakat. Namun ia optimistis perekonomian Indonesia kembali bangkit di kuartal II-2017 dengan dorongan kinerja ekspor impor, sehingga menjadi andalan sumber pertumbuhan ekonomi, selain konsumsi rumah tangga.

"Kalau ekspor impor berjalan, penghasilan orang membaik jadi tidak perlu stimulus khusus untuk menggerakkan ekonomi. Karena kalau ekonomi bergerak, melahirkan permintaan," terangnya.

Pemerintah, sambung Darmin, sudah menunda kenaikan harga-harga energi, seperti Bahan Bakar Minyak (BBM) dan elpiji 3 kg. Tujuannya untuk menjaga inflasi dan daya beli masyarakat supaya tidak tergerus inflasi.

"Ekonomi dunia sedang membaik walaupun tidak besar sekali. Jadi jangan terlalu risau. Kalau ada yang bilang sampai 7-Eleven tutup, mungkin itu karena bisnis modelnya tidak sesuai dengan bisnis model ritel di Indonesia," pungkas Mantan Gubernur Bank Indonesia itu.

Sebelumnya, Fitch Ratings mengeluarkan riset bahwa penutupan gerai 7-Eleven lantaran risiko peraturan yang berkembang dan profil risiko dari model bisnis yang diterapkan.

Fitch melihat, bisnis model yang diterapkan oleh 7-Eleven di Indonesia diganggu oleh perkembangan peraturan yang kurang kondusif. Perusahaan menutup sekitar 25 gerai pada 2016 dibandingkan 2015 sekitar 20 gerai. Total gerai 7-Eleven sekitar 161 gerai pada 2016.

Penutupan gerai 7-Eleven menurut Fitch Ratings lantaran ada peraturan yang dikeluarkan Kementerian Perindustrian pada April 2015, yang melarang penjualan minuman beralkohol di ritel modern dan kecil. Padahal, kontribusi minuman beralkohol itu diperkirakan sekitar 15 persen untuk penjualan induk usaha 7-Eleven, yaitu PT Modern Internasional Tbk.

Penutupan toko pun akhirnya menghasilkan penurunan penjualan dan earning before interest, taxes, depreciation, and amortization (EBITDA) atau pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi sekitar 28 persen pada 2016.

Selain itu, Fitch menilai, masalah diperburuk dengan tidak ada perbedaan jelas antara toko ritel dan restoran cepat saji yang dilakukan 7-Eleven di Indonesia.

Model bisnis dan risiko gerai 7-Eleven serupa dengan restoran lantaran makanan dan minuman siap saji yang difasilitasi dengan tempat duduk dan wi-fi gratis. Akibatnya, rantai itu menghadapi persaingan ketat dari restoran cepat saji dan penjual makanan tradisional yang masih sangat populer di kalangan konsumen Indonesia.

Tonton Video Menarik Berikut Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya