Liputan6.com, Tokyo - Bursa Asia melemah jelang akhir pekan, senada dengan Wall Street di tengah kenaikan imbal hasil obligasi global seiring prediksi jika Bank Sentral Eropa akan melaksanakan stimulus moneter besar-besaran.
Melansir laman Reuters, Jumat (7/7/2017), indeks MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang tergelincir 0,3 persen, setelah Dow kehilangan 0,7 persen. Sementara Nasdaq jatuh 1 persen pada hari Kamis, terdampak imbal hasil obligasi yang tinggi meredupkan daya tarik ekuitas.
Sementara indeks Nikkei Jepang turun 0,5 persen, dan Kospi Korea Selatan turun 0,3 persen dan saham Australia melemah 1 persen.
Kemungkinan ECB menghentikan aliran uang mudah menjadi perbincangan pasar global sejak munculnya komentar hawkish dari Presiden Mario Draghi pekan lalu. Ini turut mendorong kenaikan yield obligasi dan berdampak ke ekuitas.
Baca Juga
Advertisement
"Harapan semua jika Bank Sentral Eropa dan bank lain bergabung dengan Federal Reserve yang melakukan pengetatan kebijakan menyebabkan diversifikasi dana dari treasuries," jelas Ahli Strategi Valas Senior IG Securities, Junichi Ishikawa Said di Tokyo.
Seperti diketahui, tingkat yield obligasi acuan bertenor 10 tahun mendekati level tertinggi dalam dua bulan terakhir di 2,37 persen, berbanding 2,39 persen pada Kamis kemarin.
Sedangkan yield obligasi Jerman bertenor 10 tahun melampaui level 0,5 persen untuk kali pertama sejak Januari tahun lalu. Adapun yield obligasi 10 tahun Jepang mencapai hasil 0,105 persen, tertinggi sejak Februari.
Di pasar mata uang, euro stabil di posisi US$ 1,1421 setelah naik 0,6 persen terpicu laporan data ketenagakerjaan AS membebani dolar.
Sementara Dolar stabil di 113.175 yen, menyenggol intraday tertinggi 113.470.
Sebelumnya, Wall Street turun tajam pada penutupan perdagangan Kamis kemarin, dipicu laporan tenaga kerja ditambah naiknya tensi di Semenanjung Korea.
Perusahaan swasta menambahkan 158 ribu lapangan kerja pada Juni. ADP National Employment Report atau laporan pekerjaan nasional ADP menunjukkan bahwa angka tersebut di bawah angka perkiraan yang mencapai 185 ribu.
Data juga menunjukkan bahwa angka pengangguran naik untuk tiga pekan berturut-turut menjadi 248 ribu orang, lebih tinggi dari perkiraan yang hanya 243 ribu orang.
Data tersebut keluar seiring dengan keluarnya laporan dari pertemuan the Federal Reserve pada Juni, yang menunjukkan pembuat keputusan membagi perkiraan inflasi dan bagaimana itu bisa mempengaruhi kenaikan suku bunga.
Tonton Video Menarik Berikut Ini: