Mendak Tirta, Tradisi Suku Tengger Jelang Yadnya Kasada

Masyarakat suku Tengger di Kawasan Gunung Bromo Kabupaten Probolinggo, melaksanakan Mendak Tirta yang merupakan proses pengambilan air suci.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 07 Jul 2017, 13:12 WIB
Masyarakat suku Tengger di Kawasan Gunung Bromo Kabupaten Probolinggo, melaksanakan Mendak Tirta yang merupakan proses pengambilan air suci.

Liputan6.com, Jakarta Liputan6.com, Probolinggo - Masyarakat suku Tengger di Kawasan Gunung Bromo Kabupaten Probolinggo, melaksanakan Mendak Tirta (mengambil air suci dari air terjun yang mengalir) di sumber Air Terjun Madakaripura, Desa Negororejo, Kecamatan Lumbang.

Mendak Tirta ini merupakan awal prosesi upacara Yadnya Kasada yang akan dilaksanakan Senin, 11 Juli dini hari. Upacara Mendak Tirta ini dipimpin oleh Rudi Santoso, pemangku Desa Ngadas, Kecamatan Sukapura.

Sementara untuk wilayah Kabupaten Pasuruan mengambil dari sumber air Gunung Widodaren yang masih berada dalam kawasan Gunung Bromo. Sedangkan masyarakat suku Tengger di wilayah Lumajang melaksanakan Mendak Tirta di sumber di Kawasan Pura Senduro Lumajang.

“Air suci yang diambil dari berbagai tempat itu nantinya dikirab dan dibawa ke Pura Luhur Poten di Gunung Bromo untuk digunakan sebagai kelengkapan upacara Yadnya Kasada. Air dari berbagai tempat itu, disandingkan dengan air suci yang diambil dari tempat lain,” tutur Ngatek, Pandito, atau tokoh Mendak Tirta, Kamis (6/7/2017).

Ngatek mengatakan, setelah pelaksanaan Mendak Tirta dilanjutkan dengan upacara Sameninga, yakni ritual komunikasi antara umat dengan Tuhan yang menguasai jagat raya. Ritual ini dilaksanakan di balai desa masing-masing hingga sore harinya.

"Kemudian dilanjutkan upacara Mepek, yakni upacara untuk melengkapi segala sesaji untuk keperluan upacara Yadnya Kasada," katanya.

Ia menyebutkan, kelengkapan sesaji Yadnya Kasada terdiri atas Rakatawang dan Rakagenep. Sesaji yang telah lengkap tersebut kemudian dibawa ke Pura Luhur Poten untuk digunakan sebagai kelengkapan upacara Yadnya Kasada pada hari Minggu malam. Setelah itu, diteruskan dengan melarung sesaji ke kawah Gunung Bromo.

“Sesaji yang dilarung berupa hasil pertanian dan lain-lain yang merupakan hasil pokok masyarakat Suku Tengger yang sebagian besar petani sayur. Dalam prosesi upacara Yadnya Kasada di tengah malam tersebut dilakukan persembahyangan yang merupakan komunikasi antara umat dengan Tuhannya,” ucap pria asal Desa Ngadisari ini.

Camat Sukapura Yulius Christian menambahkan, larung sesaji yang merupakan bentuk perwujudan atas rasa syukur umat terhadap sang Hyang Widi Wasa. Sesaji yang dilarung pada peringatan Kasada merupakan perwujudan rasa syukur yang diajarkan Roro Anteng dan Joko Seger yang merupakan cikal bakal suku Tengger di Gunung Bromo.

“Roro Anteng dan Joko Seger saat itu harus mengorbankan salah satu anak bungsunya Kusuma, kini suku Tengger melaksanakan korban dengan mengganti," ujar Yulius.

Saksikan Video Menarik di Bawah Ini: 

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya