Liputan6.com, Jakarta - Kunjungan Presiden Jokowi ke Turki pekan ini membuahkan hasil konkret. Hal tersebut terbukti dengan ditandatanganinya kesepakatan kemitraan ekonomi komprehensif atau Indonesia-Turkey Comprehensive Trade and Economic Partnership (IT-CETPA).
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan, salah satu poin penting dalam kerja sama ekonomi tersebut adalah penghilangan bea masuk untuk ekspor dan impor beberapa komoditas dari kedua negara.
"Perdagangan kita dengan Turki pada 2016 mencapai US$ 1,3 miliar dan surplus sekitar 700 jutaan tapi turun sekitar 14 persen. Di sisi lain, Malaysia meningkat 49,11 persen," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (8/7/2017).
Enggartiasto meyakini, jika penghilangan tarif dilakukan, volume perdagangan kedua negara akan bisa meningkat tahun depan. "Salah satu penyebab menurunnya ekspor ke Turki adalah tarif bea masuk yang diterapkan," kata dia.
Baca Juga
Advertisement
Sementara itu, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Rosan P Roeslani yang turut serta ke Turki dalam kunjungan tersebut, juga menyambut baik negosiasi CTEPA yang dianggapnya sangat produktif dan menjadi terobosan berarti bagi dunia usaha. Sebab selama ini dunia usaha Indonesia terkendala tarif perdagangan yang membuat semakin tidak kompetitif.
"Tarif ini membuat kita tidak kompetitif, kalau ini bisa dihapuskan akan sangat membantu kami. Kita juga bisa meningkatkan volume perdagangan kemudian dunia usaha makin berkembang sehingga penyerapan tenaga kerja makin tumbuh. Ini dampaknya akan sangat luas," jelas dia.
Dia menuturkan, melihat posisi geografis yang strategis, Indonesia dapat menjadikan Turki sebagai pintu masuk ke pasar Eropa dengan memanfaatkan status Turki sebagai anggota European Customs Union.
Hal senada juga diungkapkan Ekonom Universitas Indonesia, Lana Soelistianingsih. Menurut dia, Indonesia perlu melakukan pengembangan dan ekspansi pasar. Selain itu, Indonesia harus bisa memperbanyak ekspor barang jadi, ketimbang barang mentah.
"Indonesia perlu mengembangkan dan mencari pasar baru. Turki sama-sama negara dengan mayoritas muslim sehingga komoditas seperti baju muslim dari Indonesia bisa diekspor ke sana. Sementara selama ini banyak impor permadani dari Turki ke sini," ungkap dia.
Lana mengharapkan penghilangan tarif dilakukan semaksimal mungkin, kalau bisa hingga 0 persen. Namun dia mengingatkan, komoditas yang diperdagangkan harus sama strategisnya.
"Kita harus lihat, apa kepentingan Turki di Indonesia. Pada komoditas apa pengilangan bea masuk diterapkan. Jangan sampai kita 0 persen, Turki 0 persen tapi barang-barangnya tidak strategis sehingga perjanjian ini tidak bermakna strategis untuk kita," tutur dia.
Saksikan Video Menarik di Bawah Ini: