Industri Tekstil Perlu Insentif Penurunan Tarif Listrik dan Gas

Industri TPT mampu menyumbang devisa negara sebesar US$ 11,87 miliar atau 8,2 persen dari total ekspor nasional pada 2016.

oleh Nurmayanti diperbarui 09 Jul 2017, 12:36 WIB
Menperin Airlangga Hartarto mendengarkan penjelasan dari Direktur Utama PT Sritex Iwan Setiawan Lukminto didampingi oleh Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil dan Aneka Achmad Sigit Dwiwahjono. (Foto: Kemenperin)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perindustrian terus berupaya meningkatkan kinerja industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri karena merupakan salah satu sektor yang diprioritaskan pengembangannya untuk memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian nasional. Sektor padat karya berorientasi ekspor ini ditargetkan dapat tumbuh sekitar 1,6-1,8 persen pada 2017, atau naik dibanding tahun 2016 yang mencapai 1,2 persen.

“Untuk itu, insentif yang diperlukan guna mendorong kinerja industri TPT antara lain penurunan tarif energi listrik dan gas, perlindungan pasar dalam negeri dari impor ilegal serta kemudahan akses penjualan ke dalam negeri serta insentif ekspor,” kata Dirjen Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka (IKTA), Achmad Sigit Dwiwahjono seperti dikutip dari keterangan tertulis, Minggu (9/7/2017).

Kemenperin mencatat, industri TPT mampu menyumbang devisa negara sebesar US$ 11,87 miliar atau 8,2 persen dari total ekspor nasional pada 2016. Sementara itu, nilai ekspor sektor ini pada periode Januari-Mei 2017 sekitar US$ 5,11 juta atau naik 3,40 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Industri TPT dinilai dapat menjadi jaring pengaman sosial dengan menyerap tenaga kerja. Pada Januari-Mei 2017, terserap sebanyak 2,69 juta tenaga kerja di sektor TPT atau 17,03 persen dari total tenaga kerja industri manufaktur. Pada tahun 2016, nilai investasi industri TPT mencapai Rp 7,54 triliun.

“Selama tiga tahun terakhir, industri TPT nasional mengalami kontraksi dalam pertumbuhannya. Hal ini didorong oleh investasi baru maupun perluasan pabrik,” ungkap Sigit. Nilai investasi industri TPT sampai triwulan I tahun 2017 untuk penanaman modal asing, mencapai US$ 174,51 ribu atau naik 17,98 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$ 147,92 ribu.

Produk domestik bruto (PDB) atas harga dasar berlaku untuk Industri TPT sampai dengan triwulan I tahun 2017 mencapai Rp 35,98 triliun atau naik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 35,60 triliun. “Pertumbuhan industri TPT pada triwulan I-2017 juga mengalami kenaikan sekitar 0,03 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2016,” tuturnya.

Tren kenaikan pertumbuhan produksi yang dialami industri tekstil dan pakaian jadi tersebut, dikontribusikan dari sektor skala mikro dan kecil dengan masing-masing menyumbang sekitar 7,96 persen dan 5,40 persen. “Hal ini menunjukkan industri skala mikro, kecil dan menengah menjadi pemasok utama untuk pasar dalam negeri,” ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyampaikan, potensi pasar domestik maupun global untuk industri TPT masih terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan semakin tingginya permintaan akan kebutuhan tekstil non-sandang. Misalnya untuk kebutuhan rumah tangga dan furnitur.

“Kami optimistis industri TPT nasional mampu berdaya saing global. Apalagi industri ini telah terintegrasi dari hulu sampai hilir dan produknya dikenal memiliki kualitas yang baik di pasar internasional,” ungkapnya. Namun, industri ini masih mengalami berbagai tantangan, salah satunya adalah kondisi permesinan yang mayoritas usianya sudah tua, terutama pada industri pertenunan dan perajutan.

“Upaya peremajaan mesin dan peralatan industri TPT yang selama ini kami lakukan sebenarnya telah menunjukkan perkembangan yang positif. Namun perlu dilanjutkan dengan program akselerasi peningkatan daya saing yang lebih efektif dan terintegrasi,” lanjut Airlangga.

Tonton Video Menarik Berikut Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya