Liputan6.com, Istanbul - Ratusan ribu orang berkumpul di Istanbul dalam sebuah unjuk rasa yang merupakan akhir dari 'demonstrasi untuk keadilan' dalam melawan pemerintah Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Sejumlah besar demonstran mengikuti unjuk rasa yang dimulai di Ankara sejak 15 Juni lalu itu. Mereka telah menempuh perjalanan sepanjang 450 km ke Istanbul.
Advertisement
Demonstrasi yang dipimpin pihak oposisi Kemal Kilicdaroglu tersebut, mengkritik serangkaian penangkapan dan pemenjaraan menyusul kudeta gagal tahun lalu.
Kilicdaroglu menuduh pemerintah memanfaatkan usaha kudeta pada 15 Juli 2016 itu untuk mengambil alih wewenang parlemen dan menyerahkan kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudisial kepada satu orang.
Pria kelahiran 17 Desember 1948 itu mengatakan, demonstrasi tersebut menandai "sebuah kelahiran baru".
"Tidak ada yang mengira perjalanan ini adalah yang terakhir. Ini adalah langkah pertama!" ujar Kilicdaroglu seperti dikutip dari BBC, Senin (10/7/2017).
Dia menginisiasi unjuk rasa tersebut setelah salah satu anggota parlemennya, Enis Berberoglu, ditangkap karena diduga membocorkan dokumen yang menyatakan bahwa pemerintah mempersenjatai para militan di Suriah. Namun, Berberoglu membantah tuduhan tersebut.
Sejak Turki memberlakukan status darurat dan militer mengambil alih pada tahun lalu, lebih dari 50.000 orang telah ditangkap dan 140.000 pekerja diberhentikan atau diskors.
Penahanan aktivis hak asasi manusia dan jurnalis terkemuka setelah kudeta gagal tahun lalu juga memicu kecaman internasional.
Kilicdaroglu yang telah berjalan sekitar 20 km dalam sehari selama tiga minggu terakhir, mengutuk upaya kudeta tersebut. Ia mengatakan pembersihan dan peraturan darurat oleh Erdogan merupakan 'kudeta kedua'.
"Kami berunjuk rasa menuju keadilan, kami bergerak untuk hak-hak orang-orang yang tertindas. Kami berunjuk rasa untuk anggota parlemen yang ada di penjara. Kami berunjuk rasa untuk wartawan yang ditangkap."
"Kami berunjuk rasa untuk akademisi universitas yang dipecat dari pekerjaan mereka. Kami berunjuk rasa karena pengadilan berada di bawah monopoli politik."
Sementara itu Presiden Erdogan menuduh para demonstran sebagai pendukung terorisme. Dia mengatakan, Partai Rakyat Republik (CHP) yang dipimpin Kilicdaroglu telah melampaui batas oposisi politik, serta bertindak dengan organisasi teroris dan pasukan yang menghasut untuk melawan negara.
Unjuk rasa tersebut merupakan demonstrasi terbesar dalam menentang pemerintahan Turki sejak diadakannya demonstrasi Gezi Park empat tahun lalu.