Liputan6.com, Jakarta - Apakah ada prostitusi di Korea Utara?
Pertanyaan menarik tersebut dilontarkan melalui forum daring Quora beberapa tahun lalu. Sebagai negara yang sangat tertutup, hal-hal yang seperti itu menggelitik rasa ingin tahu.
Sementara itu, dalam laporan Liputan6.com beberapa bulan lalu disebutkan cukup banyak bentuk prostitusi tak biasa, yaitu prostitusi yang dilakukan kaum wanita menikah, berusia 40-an dan sudah memiliki anak.
Kaum wanita itu biasanya pedagang yang sementara waktu meninggalkan provinsi mereka untuk menjual gandum atau ternak di pinggir pasar dan tidak punya lapak.
Baca Juga
Advertisement
Koresponden New Focus International menjelaskan bahwa, "Sistem prostitusi baru bermunculan di luar kawasan-kawasan lampu merah. Di stasiun-stasiun kereta kawasan perbatasan, kaum wanita dari berbagai provinsi menawarkan jasa seksual kepada para perwira militer dan penumpang demi uang sekadarnya."
Prostitusi merupakan kegiatan ilegal di Korea Utara. Kenyataannya, di negara terpencil itu bahkan ada kegiatan 'legal' yang di negara lain jelas-jelas merupakan prostitusi.
Dirangkum Liputan6.com dari beberapa sumber, berikut ini adalah 3 fakta suram dunia prostitusi di Korea Utara:
1. Kegiatan 'Resmi' Negara
Seorang wanita bernama Mi Hyang membelot dari Korea Utara. Wanita kippŭmjo yang pernah menjadi bagian dari manjokcho – yaitu 'pasukan pemberi kepuasan' di Korea Utara – membeberkan kisahnya.
Menanggapi hal itu, Koh Yu-hwan, profesor studi Korea Utara di Dongguk University, dikutip dari The National menjelaskan bahwa para wanita muda (kippŭmjo) anggota dari 'pasukan kenikmatan' di Korea Utara adalah pegawai negeri yang tugasnya dalam banyak kasus setara dengan bentuk kewajiban lain semisal dinas militer.
Koh menyebutkan, "Tidak seperti sebuah negara kapitalis, pasukan pemberi kenikmatan itu ditata pada tingkat negara. Mereka bukan hanya untuk Kim Jon Il, tapi juga untuk melayani para petinggi senior."
Tidak diketahui seberapa banyak wanita yang melakukan tugas negara, tapi sejumlah media Korea Selatan menduga ada 2.000 wanita.
Selain memberi layanan seksual, para wanita itu memberikan layanan pijat, menari, dan bernyanyi. Jadi, secara resmi menurut versi Korea Utara, kaum wanita itu bukan melakukan prostitusi.
Advertisement
2. Marak di Perbatasan China
Dikutip dari laporan lawas Daily Star, rumah-rumah bordil bermunculan di perbatasan Korea Utara dengan China, satu-satunya negara yang menjadi sekutu Korea Utara.
Para pekerja seksual amat dicari oleh para turis dan pria pelaku usaha China yang kerap diijinkan lintas batas memasuki Korea Utara. Misalnya di kota Hamheung, tempat keberadaan pabrik-pabrik milik pemerintah Korea Utara melakukan bisnis dengan China.
Pemilik-pemilik bordil menggunakan istilah "menjual bunga" sebagai penyebutan layanan seks. Padahal, seperti disebutkan sebelumnya, prostitusi merupakan hal ilegal di Korea Utara.
Pijat gaya China bertarif 10 ribu won untuk 60 menit dan para wanita pemijat memang sekaligus mempraktikan prostitusi.
Dikutip dari USA Today, seorang manajer umum Koryo Tours bernama Simon Cockerell menjelaskan, "Mayoritas wisawatan berasal dari China daratan."
Sekali lagi, prostitusi memang dilarang di Korea Utara. Tapi, seperti dibeberkan oleh Cockerell, ruang bawah tanah hotel terkenal Yanggakdo International Hotel memiliki tempat khusus bernama Golden Spring Island Sauna yang memiliki reputasi sebagai tempat "bersenang-senang" bersama para karyawati di sana.
Sementara itu, laporan HAM PBB (UNHCR) dan sejumlah laporan lain menyebutkan bahwa sekitar 10 ribu wanita Korea Utara yang melarikan diri dari kemiskinan dan kondisi parah menuju ke China malah menjadi korban eksploitasi seksual.
"Sekitar 60 hingga 70 persen pembelot Korea Utara adalah kaum wanita dan 70 hingga 80 persen dari para wanita itu menjadi korban penyelundupan manusia."
3. Rentan Penyakit Menular Seksual
Laporan The Sun beberapa tahun lalu mengutip seorang pembelot yang mengungkapkan, "Ada banyak wanita terlibat dalam prostitusi. Lebih banyak lagi yang tidak ambil pusing soal martabat atau kehormatan di tengah bala kelaparan."
Jumlah pembayaran berbentuk uang atau makanan yang diterima pekerja seks sangatlah sedikit. Jarang tersedia kondom untuk perlindungan terhadap penyakit menular seksual.
Penyebaran penyakit menular seksual pun tidak dapat dihindari, apalagi karena ramainya para prajurit Kim Jong-un melampiaskan kebutuhan seksual mereka ketika sedang cuti.
Lalu, bagaimana cara para wanita pekerja seks itu melawan penyakit menular seksual? Sebagian di antaranya nekat menggunakan opium yang tidak dianggap terlarang di Korea Utara.
Menurut wanita pembelot itu, "Opium murah harganya, sekitar 5.000 won per gram. Para wanita itu menduga opium dapat mencegah dan bahkan menyembuhkan hampir segala penyakit."
"Para pekerja prostitusi Korea Utara mencampurkan sedikit air dengan opium lalu mencelupkan bola kapas ke dalam campuran itu."
"Bola kapas tadi dililit benang, lalu dimasukkan ke dalam vagina supaya mudah ditarik. Keesokan harinya, mereka tinggal mengeluarkan gumpalan kapas itu dengan menarik benangnya."
"Kapas itu diharapkan menyerap segala zat asing agar tidak memasuki rahim."
Tapi pengobatan itu tidak manjur sehingga penyakit kelamin menyebar di kalangan prajurit yang sedang cuti tersebut sehingga para komandan menahan para prajurit penderita penyakit kelamin dalam barak-barak.
Kenyataannya, banyak yang membayar sogok untuk bisa keluar barak dan mengunjungi wanita-wanita pekerja seksual tersebut.
Advertisement