MILF: Tentara Filipina Harus Kuras Kekuatan Pemberontak di Marawi

Konflik Marawi di Filipina harus berubah jadi perang atrisi, yang menghabiskan tenaga dan kekuatan lawan.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 13 Jul 2017, 10:00 WIB
Pemberontak Maute di Marawi (sumber: Armed Forces of the Philippines)

Liputan6.com, Marawi - Salah seorang anggota Moro Islamic Liberation Front (MILF) mengklaim bahwa konflik bersenjata di Marawi harus berubah menjadi sebuah perang atrisi.

Pernyataan itu disampaikan oleh kepala informasi dan panel perdamaian Front Pembebasan Nasional Moro yang berbasis di Mindanao, Filipina.

Perang atrisi adalah taktik pertempuran yang bertujuan menghabiskan tenaga dan kekuatan lawan. 

Mohagher Iqbal dari MILF menjelaskan, pemerintah Filipina harus membatasi kesempatan para pemberontak untuk memasok suplai, yang merupakan hakikat dari perang atrisi. Demikian seperti diwartakan oleh Inquirer.net, Rabu (12/7/2017).

"Jika itu tercapai, hanya semangat tempur yang akan tersisa dari para pemberontak. Dalam peperangan, aspek itu saja tidaklah cukup untuk melanjutkan pertempuran," kata Mohagher Iqbal.

Menurut Iqbal, karena pemberontak Maute tak memiliki struktur dan pengorganisasian layaknya angkatan bersenjata konvensional, mereka akan cenderung mengandalkan unsur kesukarelaan --dari segi personel serta pemenuhan suplai dan logistik-- untuk melakukan pertempuran jangka panjang.

"Mereka (pemberontak Maute) tidak memiliki agenda politik, juga kesulitan untuk menarik pasukan sukarelawan yang rela mati dalam sebuah pertempuran," jelas Iqbal.

Meski pemberontak Maute memiliki tujuan untuk membentuk kekhalifahan di kawasan Mindanao, agenda tersebut, menurut Iqbal, tidak terang-terangan.

"Tidak seperti MILF yang memiliki riwayat politik dan etnis panjang, agenda pemberontak Maute yang ingin membentuk kekhalifahan Islam di kawasan, justru jauh lebih sulit," ucap pria yang juga veteran militan selama 40 tahun untuk kelompok MILF.

MILF sebelumnya sempat terlibat perseteruan sengit dengan militer Filipina. Namun, belakangan kedua pihak telah berdamai.

Presiden Filipina Rodrigo Duterte bahkan meminta MILF memberikan bantuan kemanusiaan bagi warga sipil yang terjebak di Marawi.

MILF sempat menganggap remeh pertempuran Marawi yang turut dibantu oleh kelompok Abu Sayyaf. Mereka juga menganggap konflik bersenjata yang pecah pada 23 Mei 2017 itu akan berlangsung cepat.

Namun, nyaris dua bulan berlangsung, pemberontak Maute kini masih melakukan perlawanan.

Menurut data resmi terbaru, sekitar 400 ribu warga sipil --yang berasal dari Marawi dan wilayah perimeter-- berada dalam kondisi telantar (displaced) akibat aktivitas pemberontak Maute. Mereka masih menunggu sinyal aman dari pemerintah sebelum dapat kembali ke kediaman masing-masing.

Sementara itu, militer Filipina sempat mengestimasi bahwa jumlah militan di Marawi berkisar antara 440-700, terhitung sejak pertempuran pecah untuk pertama kali pada 23 Mei 2017.

Bulan lalu, Letnan Jenderal Carlito Galvez, Jr, kepala Komando Mindanao Barat dari Angkatan Bersenjata Filipina memprediksi bahwa pertempuran di Marawi masih akan berlangsung selama beberapa bulan ke depan. Militer juga menduga bahwa para militan masih memiliki setumpuk senjata, amunisi, serta suplai dan logistik yang dijarah dari rumah penduduk.


Militan Menyamar sebagai Warga Sipil

Pada kesempatan yang berbeda, militer Filipina menyebut bahwa sejumlah anggota pemberontak Maute telah meninggalkan Marawi. Para pemberontak melarikan diri dari area pertempuran dengan menyamar sebagai warga sipil.

Menurut Juru Bicara AFP untuk Gugus Tugas Marawi, Letnan Kolonel Jo-ar Herrera, sejumlah pemberontak Maute yang menyamar sebagai warga sipil telah melarikan diri via Danau Lanao, menuju sejumlah kota di seputar kawasan danau.

"Saya pikir, selama dua minggu saat kami masih belum meningkatkan pengawasan di Danau Lanao dan sejumlah kota yang berseberangan dengan Marawi, ada kemungkinan bahwa sejumlah pemberontak melarikan diri melalui rute tersebut," jelas Letkol Herrera.

Selain itu, beberapa pemberontak juga menyamar sebagai anggota kelompok otonom Moro Islamic Liberation Front (MILF). Beberapa anggota MILF kerap bertugas sebagai delegasi penghubung antara pemerintah Filipina dan grup Maute, serta intens melakukan mobilitas keluar-masuk dari dan ke Marawi.

Namun, sejumlah militan yang berkedok sebagai penduduk sipil dan anggota MILF itu telah ditahan oleh Criminal Investigation and Detection Group (CIDG) kepolisian Filipina.

"Pada beberapa minggu setelah meningkatkan pengawasan di Danau Lanao dan sejumlah kota yang berseberangan dengan Marawi, kami berhasil menegasikan sejumlah militan yang melarikan diri," tambah Jo-ar Herrera.

Saksikan juga video berikut ini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya