Liputan6.com, Jakarta - Singapura sudah sepakat bertukar informasi keuangan secara otomatis untuk kepentingan perpajakan (Automatic Exchange of Information/AEoI) dengan Indonesia. Pertukaran data secara resiprokal ini mulai dapat diimplementasikan pada September 2018.
Indonesia disebut-sebut akan lebih banyak diuntungkan karena dari akses keterbukaan data keuangan. Sebab jumlah harta Warga Negara Indonesia (WNI) yang diparkir di Negeri Singa itu ditaksir mencapai ribuan triliun rupiah.
"Dengan adanya AEoI, Singapura dan Indonesia sama-sama akan diuntungkan. Tapi Indonesia akan lebih diuntungkan karena masih ada aset orang Indonesia di sana yang belum dilaporkan saat tax amnesty berlangsung. Pemerintah Singapura juga dapat informasi yang sama," ujar Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak, John Hutagaol di Jakarta, Kamis (13/7/2017).
Baca Juga
Advertisement
Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati pernah menyebut total deklarasi harta WNI di luar negeri dalam program tax amnesty sebesar Rp 1.036 triliun. Sebagian besar aset tersebut diparkir di 5 negara, yakni Singapura Rp 766,05 triliun, British Virgin Island (BVI) senilai Rp 77,5 triliun, Hong Kong Rp 58,17 triliun, Cayman Island Rp 53,14 triliun, dan Australia Rp 42,04 trilin.
Sedangkan hasil repatriasi atau aset yang dibawa pulang ke Indonesia senilai Rp 147 triliun. Paling banyak berasal dari 5 negara atau yurisdiksi, yakni Singapura Rp 85,35 triliun, BVI Rp 6,57 triliun, Cayman Island Rp 16,51 triliun, Hong Kong Rp 16,31 triliun, dan China Rp 3,65 triliun.
Selanjutnya Sri Mulyani mengungkapkan data studi McKinsey pada Desember 2014 mengenai asset under management, ada US$ 250 miliar atau sekitar Rp 3.250 triliun harta kekayaan milik orang-orang kaya Indonesia di luar negeri.
Dari angka tersebut, Ia menuturkan, senilai US$ 200 miliar atau sekitar Rp 2.600 triliun disimpan di Singapura. Dana sebesar US$ 150 miliar berupa deposito, saham, dan pendapatan tetap.
"Total deklarasi aset di luar negeri dan repatriasi Rp 1.183 triliun, sehingga masih diperkirakan ada potensi Rp 2.067 triliun aset wajib pajak Indonesia yang disimpan di luar negeri belum diungkapkan di program pengampunan pajak," tegas Sri Mulyani.
Menkeu sebelumnya (Oktober 2014-Juli 2016), Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, aset maupun harta kekayaan orang-orang Indonesia yang tersimpan di seluruh negara surga pajak lebih besar dari total Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Total PDB Indonesia pada 2015 sekitar Rp 11.400 triliun.
"Saya tidak bicara jumlahnya, tapi yang pasti lebih besar dari PDB. Di mana PDB kita pada tahun lalu (2015) sebesar Rp 11.400 triliun," jelas Bambang.
Bambang menyebutkan, laporan McKinsey menyatakan sekitar Rp 4.000 triliun aset orang Indonesia terparkir di Singapura. Terdiri dari Rp 2.000 triliun dalam bentuk likuid atau setara kas, dan Rp 2.000 triliun sisanya dalam bentuk aset tetap, seperti kantor, kondominium, dan sebagainya.
"Meski Singapura bukanlah yang terbesar (dana yang disimpan), tapi Singapura adalah one of favorite tax haven orang Indonesia. Sedangkan Panama tidak masuk 3 besar favorit negara surga pajak bagi orang Indonesia," kata Bambang.
Potensi Besar
Menkeu, Sri Mulyani Indrawati mengatakan potensi Indonesia menarik pajak dari harta atau aset WNI di Singapura sangat besar. Namun ia tidak menyebut jumlahnya. "Potensinya a lot," ucap Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.
Ia menerangkan, AEoI antara Indonesia dan Singapura dapat diimplementasikan pada September 2018. Karena Singapura telah menyampaikan Indonesia termasuk negara yang eligible atau included di dalam Multilateral Competent Authority Agreement (MCAA) mereka.
"Artinya perjanjian AEoI sudah otomatis bisa dijalankan sesuai timeline-nya. AEoI Indonesia untuk 2018," ujar Sri Mulyani.
Indonesia merupakan salah satu dari 50 negara yang akan mengimplementasikan AEoI pada September 2018. Singapura telah menandatangani MCAA di Belanda pada 21 Juni lalu. Sedangkan Indonesia sudah lebih dulu meneken MCAA sebagai bentuk komitmen AEoI pada 3 Juni di Prancis.
Dengan demikian, Sri Mulyani memastikan antara Indonesia dan Singapura tidak perlu menandatangani Bilateral Competent Authority Agreement (BCAA). "Tidak perlu bilateral. MCAA sudah dianggap cukup untuk mencakup perjanjian bilateral seperti yang kita lakukan terhadap Hong Kong dan Swiss," tutur dia.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama pun menyampaikan hal yang sama. "Kalau lihat analisanya ada sekitar Rp 3.600 triliun (harta WNI di Singapura). Itu yang dideklarasikan masih sedikit. Potensi kita masih besar untuk tahu harta wajib pajak kita di sana," ujar Hestu.
Saksikan Video Menarik di Bawah Ini: