Liputan6.com, Tokyo - Bursa saham Asia naik ke level tertinggi dalam dua tahun. Hal ini seiring investor mempertanyakan pengetatan kebijakan di Amerika Serikat (AS) oleh the Federal Reserve (The Fed).
Sebelumnya, pernyataan pimpinan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve Janet Yellen akan menaikkan suku bunga secara bertahap telah mendorong wall street cetak rekor.
Indeks saham Dow Jones naik 0,57 persen. Sementara itu, indeks saham S&P 500 menguat 0,73 persen. Indeks saham Nasdaq mendaki 1,1 persen.
Baca Juga
Advertisement
Namun pelaku pasar lega lantaran Janet Yellen tidak terlalu agresif di depan kongres. Pada perdagangan saham Kamis, (13/7/2017), indeks saham MSCI Asia Pasifik di luar Jepang naik 0,45 persen ke level tertinggi sejak pertengahan 2015. Indeks saham Jepang Nikkei menguat 0,4 persen dan indeks saham Australia melonjak 1 persen.
Selain itu, bursa saham Asia juga dipengaruhi oleh penurunan imbal hasil surat utang lantaran Yellen juga waspada terhadap inflasi. Kenaikan suku bunga juga diperkirakan tidak terlalu tinggi.
"Pasar memang merasakan tingkat kecemasan lebih tinggi atas inflasi. Menurut kami, ini tidak mungkin menghalangi kenaikan tahun ini lagi," ujar Ekonom WestSac Elliot Clarke, seperti dikutip dari laman Reuters.
Ia memprediksi, the Federal Reserve akan kembali menaikkan suku bunga pada 2018. Pasar meragukan pengetatan kebijakan moneter the Federal Reserve ke depan. Diperkirakan suku bunga the Federal Reserve kembali naik pada Desember, dengan kemungkinan 50:50.
Di pasar uang, dolar Kanada catatkan persentase terbesar sejak Maret 2016. Euro menguat ke level US$ 1.1418. Dolar AS berada di level 113,32 yen. Sedangkan di pasar komoditas, harga minyak Brent turun 13 sen menjadi US$ 47,61 per barel. Harga minyak mentah Amerika Serikat susut 10 sen menjadi US$ 45,39.
Saksikan Video Menarik di Bawah Ini: