Liputan6.com, Probolinggo - Seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2017 diwarnai beragam cerita pahit di berbagai daerah. Sistem yang bertujuan menyederhanakan proses pendaftaran siswa baru malah memancing kekesalan para orangtua siswa. Liputan6.com merangkum beberapa kisah pendaftaran siswa baru dari berbagai daerah:
1. Aksi Gembok Sekolah di Pekanbaru
Warga menyegel dan menggembok dua Sekolah Dasar Negeri (SDN) 78 dan SDN 90 di Kelurahan Tangkerang Timur, Kecamatan Tenayanraya, Kota Pekanbaru, Riau. Bahkan, mereka sempat berusaha menyandera kepala sekolah. Aksi itu membuat aktivitas belajar dan daftar ulang bagi murid baru lumpuh.
Kepala SDN 90 Hj Indra Wita mengatakan penyegelan dilakukan beberapa masyarakat sekitar sebagai bentuk protes anaknya tidak diterima di sekolah tersebut.
"Selain itu, ada juga yang melakukan unjuk rasa dan mempertanyakan anaknya kenapa tidak diterima di sini," ucap wanita asal Kecamatan Inuman, Kabupaten Kuantan Singingi, Riau, itu pada Senin (10/7/2017).
Baca Juga
Advertisement
Dia menjelaskan, penggembokan dilaporkan beberapa guru yang hendak melakukan aktivitas pada pagi Senin. Di lokasi, sudah ramai orangtua murid yang anaknya diterima dan menggelar protes.
Indra Wita tentu saja menjadi sasaran dalam unjuk rasa ini. Dia dinilai tidak adil terhadap warga tempatan dan lebih memprioritaskan warga luar supaya bersekolah di sana.
Tudingan ini tentu saja dibantah Indra. Sebagai kepala sekolah, dia menyebut proses penerimaan sesuai dengan aturan berlaku dan juga mengacu kepada peraturan Wali Kota Pekanbaru tentang kuota sekolah negeri.
"Kapasitas tampung di sini, dan yang diterima hanya 34 plus dua murid yang tertinggal. Sementara yang daftar ada 135 orang. Tentu saja tidak cukup menampung karena hanya ada satu rombongan belajar yang diterima," ucap Indra.
Dia juga menyebut proses seleksi sudah dilakukan dengan ketentuan yang berlaku dengan memperhatikan kuota warga tempatan, calon murid berprestasi dan warga dari luar.
"Semuanya sudah dilakukan dengan memperhatikan itu," ucap Indra.
Dengan kejadian ini, Indra menyebut proses belajar bagi murid kelas 2 sampai kelas 6 terganggu. Termasuk, proses daftar ulang pada hari pertama sekolah sejak liburan panjang setelah Idul Fitri ini.
Namun demikian, Indra menyebut esok harinya sekolah tetap diusahakan beraktivitas dan daftar ulang akan dilakukan lagi. Dia menyerahkan sepenuhnya masalah ini kepada pemerintah dan dinas terkait.
"Saya hanya kepala sekolah. Tentunya penyelesaian berada pada pemerintah, dinas dan UPTD. Mudah-mudahan ada jalan," harapnya.
Hanya saja, Indra menegaskan, daya tampung sekolah terbatas. Jika dipaksakan menerima lebih banyak, Indra justru bertanya ke mana anak murid akan diletakkan.
Saksikan video menarik di bawah ini:
2. Teror Gembok Landa 3 SMA di Jambi
Sejumlah aksi demonstrasi di beberapa SMA negeri di Kota Jambi sepekan terakhir marak terjadi. Puluhan orangtua dan siswa yang kecewa karena gagal lolos seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), menyegel pintu gerbang sekolah dengan kunci gembok.
Aksi pertama digelar puluhan orang tua dan siswa pada Selasa, 4 Juli 2017 lalu di SMAN 2 Kota Jambi. Sejumlah warga yang mengetahui anaknya tidak lolos seleksi mengaku kecewa. Kekecewaan tersebut mereka tumpahkan dengan menggelar aksi demonstrasi hingga menggembok gerbang sekolah.
"Katanya ada sistem zonasi. Saya tinggal di dekat sekolah ini, tapi anak saya tidak lolos. Banyak warga sini yang anaknya tidak lolos seleksi juga," ujar Agus (45), salah seorang orangtua siswa, saat dihubungi Liputan6.com, Senin malam, 10 Juli 2017.
Menurut Agus, sesuai peraturan Menteri Pendidikan, pada proses PPDB juga berlaku sistem zonasi. Pihak sekolah juga harus memberikan ruang bagi siswa yang tinggal di daerah sekolah tersebut berada.
"Rumah saya tidak sampai 800 meter dari lingkungan sekolah, tapi anak saya tidak lolos. Ini ada puluhan anak warga sini yang juga tidak lolos. Ini bagaimana," ucap Agus dengan nada bingung.
Sejumlah SMA negeri juga mengalami hal yang sama. Aksi demonstrasi dan gembok gerbang sekolah juga terjadi di SMAN 6 Kota Jambi dan SMAN 1 Kota Jambi. Sejumlah orangtua siswa mengaku sangat kecewa karena anak mereka tidak lolos seleksi PPDB online di SMA negeri, padahal lokasi tinggal tidak jauh.
Aksi nekat kabarnya bahkan dilakukan seorang warga Kota Jambi bernama Akbar. Pada Senin pagi, 10 Juli 2017 sekitar pukul 09.30 WIB, ia mendatangi kantor Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Jambi di kawasan Telanaipura, Kota Jambi.
Ia nekat menggelar aksi demonstrasi seorang diri di depan pintu masuk kantor Disdik Provinsi Jambi. Ia mengaku kecewa lantaran anaknya yang tinggal tak lebih dari 500 meter dari SMAN 1 Kota Jambi gagal lolos seleksi PPDB di sekolah tersebut.
Ia juga mempertanyakan aturan Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017 yang menerapkan sistem zonasi pada proses PPDB. "Saya sangat kecewa, kami orang miskin dilarang sekolah," ujarnya.
Karena tak ada tanggapan dari pihak Disdik Provinsi Jambi, Akbar pun nekat meggembok pintu masuk kantor tersebut.
Berdasarkan data di Dinas Pendidikan Provinsi Jambi, ada 44 sekolah SMA negeri di Jambi yang menggelar PPDB online. Pihak Disdik Provinsi sebelumnya menegaskan proses PPDB online sudah kelar 100 persen. Artinya, tidak akan ada penerimaan tahap kedua.
"Tanggal 3 sampai 7 Juli ini sudah masuk tahap daftar ulang," ujar Kepala Bidang Pendidikan Menengah, Disdik Provinsi Jambi, M Tabri.
Menurut Tabri, proses PPDB tahun ini berbeda dengan tahun sebelumnya. Di mana kali ini, sesui petunjuk teknis (juknis) seluruh peserta PPDB harus masuk lewat jalur online. Bagi siswa yang dekat dengan lingkungan sekolah akan memiliki nilai zonasi lebih besar.
Namun demikian, hal itu tetap dipengaruhi oleh nilai UN. Apabila nilai UN rendah, hal itu akan berpengaruh pada nilai akhir saat proses pendaftaran. Tabri juga menegaskan, tidak ada proses penerimaan melalui jalur lain selain PPDB online di Jambi.
Advertisement
3. Labrak Kepala Sekolah dan Dewan Guru
Kesal lantaran anaknya tidak lolos seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di sekolah yang diinginkan, sebanyak tujuh wali murid di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, mendatangi Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 1 Dringu Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, Rabu, 12 Juli 2017 melampiaskan protes.
Dengan emosi kemarahan, mereka melabrak para dewan guru, staf sekolah, dan kepala sekolah yang sedang berada di dalam ruang guru sekolah setempat.
Para wali murid menuding adanya KKN dalam proses penerimaan peserta didik baru. Pasalnya, beberapa siswa baru yang tidak lolos dalam seleksi merupakan siswa yang memiliki nilai danem tinggi dan tergolong berprestasi, dibanding siswa baru yang lolos seleksi.
Padahal, syarat penerimaan peserta didik baru adalah menggunakan sistem zonasi atau peserta didik yang terdekat dengan lokasi sekolah, berprestasi, dan mempunyai nilai danem yang mumpuni.
"Saya ke sini protes, karena anak saya tidak lolos seleksi PPDB, padahal nilainya tinggi, yakni 187,5. Dan yang berhasil lolos seleksi memiliki nilai di bawahnya. Saya ingin transparansi," kata Sukardi, wali murid.
Hal yang sama juga diutarakan wali murid lainnya, Nursijo. Ia menyampaikan kekecewaan atas kebijakan pihak sekolah yang dinilai tidak adil.
"Padahal, dari nilai sudah tinggi dan lokasi rumah pun juga sama-sama dekat," ucap Nursijo.
Guna meredam amarah para wali murid, petugas dari kepolisian sektor setempat, terjun ke lokasi untuk memediasi wali murid dan pihak sekolah. Hal itu tidak serta merta meredakan kekecewaan para wali murid yang tetap meminta polisi menindak tegal panitia PPDB yang dinilai nakal.
Menyikapi keluhan dan tuntutan sejumlah wali murid tersebut, Kepala Cabang Dinas Pendidikan Dringu, Adimas Lutfi Putra menyampaikan, pihaknya akan menampung masalah itu, dan segera berkoordinasi guna mencarikan solusi terbaik nantinya.
4. Pengumuman PPDB Diundur
Resah dan gelisah menunggu di sini. Sepenggal lirik lagu yang berjudul "Kisah Kasih di Sekolah" yang dibawakan penyanyi lawas Obbie Mesak pada dekade 1980-an seakan menggambarkan perasaan ratusan siswa dan orangtuanya di Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Mereka menunggu nasib anaknya dalam seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2017/2018 yang dibuka pada Senin, 10 Juli 2017. Sejak pagi, laman ppdb.jabar.co.id sulit diakes.
Melonjaknya minat siswa yang mendaftar membuat website milik Provinsi Jawa Barat itu sulit diakses. "Bisa dilihat sendiri, sejak siang tadi sulit diakses, padahal kami perlu untuk pengumuman," ujar Sofyan Hidayat, panitia penerimaan siswa baru SMAN 6 Garut.
Untuk menenangkan para siswa dan orangtua, beberapa kali ia mengumumkam lewat pengeras suara jika pengumuman hasil penerimaan siswa didik baru sulit dilakukan sesuai jadwal.
"Mohon perhatian kepada seluruh orangtua, mengingat ada sedikit masalah jaringan, pengumuman belum bisa dilakukan saat ini. Mohon menunggu pemberitahuan berikutnya," kata dia.
Kondisi serupa ditemukan di SMAN 11 Garut. Sekolah negeri yang berada di jantung Kota Garut ini, akhirnya menunda pengumuman siswa didik baru yang diterima hingga Selasa.
"Website-nya ada masalah sulit diakses," ujar sumber yang nerupakan salah satu pengajar yang enggan menyebutkan namanya.
Advertisement
5. Nama Menghilang Bikin Resah
Sistem zonasi yang digunakan dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) online oleh Mendikbud dinilai kurang sosialisasi. Di Cirebon, sejumlah nama calon siswa menghilang dari sekolah yang sudah dipilih.
Ketua Dewan Pendidikan (DP) Kota Cirebon Herdiyana Yusuf mengatakan, sejauh ini belum mendapat pengaduan aspirasi terkait keluhan PPDB online. Namun, dia menyayangkan kurangnya sosialisasi mengenai sistem zonasi pada PPDB online tersebut.
"Warga kan tidak banyak yang tahu apa itu zonasi. Selain itu, pada Mei sosialisasi pertama digelar dan Juni PPDB sudah mulai berjalan itu rentang waktu yang singkat," ujar dia, Selasa, 11 Juli 2017.
Selain minimnya sosialisasi, kata dia, perangkat sosialisasi dan PPDB online dengan sistem zonasi juga dianggap kurang maksimal. Hal itu membuat masyarakat belum siap menghadapi aturan baru dalam PPDB.
Dia mengatakan, sejauh ini tidak ada pengaduan kepada dewan pendidikan mengenai dugaan adanya praktik titip menitip. Oleh karena itu, wajar ketika pada akhirnya terjadi ketimpangan jumlah pendaftar.
"Selama ini dianggap jalan yang penting zonasi dilakukan kalaupun perwali dicabut tidak mungkin karena zonasi sudah jalan. Mungkin Mendikbud lagi keblinger dengan PPDB online ini," tutur dia.