Setya Novanto dan Jeratan Korupsi E-KTP

Nama Novanto telah berulang kali disebut dalam persidagan e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 17 Jul 2017, 19:23 WIB
Ketua DPR Setya Novanto memimpin rapat konsultasi fraksi DPR dengan pemerintah di Gedung Komisi V, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/3). Rapat konsultasi tersebut membahas Reforma Agraria dan Redistribusi aset. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua DPR Setya Novanto ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka dalam kasus korupsi e-KTP. Keputusan KPK ini diambil setelah mencermati fakta persidangan Irman dan Sugiharto terhadap kasus e-KTP tahun 2011-2012 pada Kemendagri.

"KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan seorang lagi sebagai tersangka. KPK menetapkan SN, anggota DPR sebagai tersangka dengan tujuan menyalahgunakan kewenangan sehingga diduga mengakibatkan negara rugi Rp 2,3 triliun," ujar Ketua KPK Agus Rahardjo di Gedung KPK, Jakarta, Senin (17/7/2017).

Nama Novanto telah berulang kali disebut dalam persidangan e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto.

Dalam dakwaan kasus e-KTP, Setya Novanto yang saat itu menjabat Ketua Fraksi Golkar dan Andi Narogong selaku penyedia barang dan jasa di lingkungan Kemendagri, dianggarkan mendapat bagian sebesar Rp 574 miliar dalam megakorupsi tersebut. Jumlah yang sama juga disebutkan telah dialokasikan untuk Anas Urbaningrum dan Muhammad Nazaruddin.

Alasan Setya Novanto dan Anas Urbaningrum diberikan jumlah besar karena keduanya dianggap perwakilan dari dua partai besar saat itu, serta dapat mengawal proyek yang akan digulirkan di gedung dewan.

Dari data yang dihimpun, Setya Novanto diperiksa perdana oleh penyidik KPK pada Selasa 13 Desember 2017. Saat itu, ia diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Sugiharto.

Novanto mengaku senang diperiksa KPK. Bahkan, dia berterima kasih kepada KPK karena dapat mengklarifikasi berbagai isu terkait kasus korupsi e-KTP. Apalagi ia harus meninggalkan rapat paripurna untuk memenuhi panggilan KPK.

"Saya terima kasih kepada KPK, karena saya tadi ada rapat paripurna. (Pemeriksaan) ini sangat penting untuk saya bisa mengklarifikasi secara keseluruhan dan semuanya sudah saya jelaskan dan substansinya silakan saja tanya kepada penyidik," ujarnya di Gedung KPK Jakarta Selatan, Selasa 13 Desember 2017.

"Alhamdulillah saya bahagia dan senang karena sudah bisa memberikan penjelasan dan mengklarifikasi secara keseluruhan," kata Setya Novanto.

 


Sangkalan Novanto

Ketua DPR Setya Novanto, usai menjalani pemeriksaan, di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (13/12). Novanto dimintai keterangan sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP). (Liputan6.com/Helmi Affandi)

Dalam pemeriksaan kedua kasus e-KTP, Setya Novanto yang diperiksa pada 10 Januari 2017 memberikan klarifikasi kepada penyidik KPK terkait pertemuannya dengan pihak pemegang tender e-KTP.

"Itu hanya klarifikasi yang berkaitan saya sebagai ketua fraksi (Golkar). Itu (pertemuan) ada Pimpinan Komisi II, tentu menyampaikan. Tetapi yang disampaikan normatif saja," tutur Novanto usai pemeriksaan di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa 10 Januari 2017.

Dia menyangkal, pertemuan saat itu membahas hal yang berbuntut kepada dugaan kasus korupsi. "Semua (cuma pertemuan) komisi II dan departemen. Normatif saja," kata dia.

Selanjutnya pada sidang lanjutan kasus e-KTP, jaksa memanggil sejumlah saksi, salah satunya Setya Novanto. Dalam keterangan di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, dia mengaku tak pernah menerima aliran dana suap dari proyek e-KTP.

"Tidak pernah, Yang Mulia," ucap Setya Novanto yang dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Irman dan Sugiharto, Kamis 6 April 2017.

Mendengar jawaban dari mantan Ketua Fraksi Partai Golkar ini, Ketua Majelis Hakim John Halasan Butar Butar langsung membuka fakta persidangan. Menurut Hakim John, sudah ada pihak yang menyebut Setya Novanto menerima aliran dana tersebut.

"Tidak benar, Yang Mulia. Betul, saya yakin. Betul, sesuai dengan sumpah saya," kata pria yang akrab disapa Setnov ini.

Dia juga mengaku tak tahu secara detail mengenai proyek e-KTP. Meski jabatannya kala itu sebagai Ketua Fraksi, dia hanya mendapat laporan terkait rapat pembahasan e-KTP dengan Komisi II DPR melalui Chairuman Harahap. Chairuman sendiri saat itu Ketua Komisi II DPR.

Selanjutnya dalam pemeriksaan KPK sebagai saksi terhadap Andi Agustinus atau Narogong, Setnov tak hak hadir. Dia absen dengan alasan kesehatannya menurun.

"Pak Setya Novanto sudah beberapa hari ini kesehatannya menurun sehingga tidak bisa melakukan aktivitas. Beliau sedang sakit vertigo," ujar Kepala Biro Pimpinan Kesetjenan DPR RI Hani Tahaptari saat dikonfirmasi Liputan6.com di Jakarta, Jumat 7 Juli 2017.


Tersangka Baru E-KTP

Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah saat kofrensi pers di gedung KPK, Jakarta, Selasa (6/12). KPK menjerat Bupati Nganjuk Jawa Timur, Taufiqurahman sebagai tersangka kasus dugaan korupsi. (Liputan6.com/Helmi Affandi)

Sebelumnya, Ketua KPK Agus Rahardjo memastikan akan ada tersangka baru kasus dugaan korupsi e-KTP dalam waktu dekat. Gelar perkara pun telah dilakukan oleh lembaga antikorupsi. Rencananya, Juli ini akan diumumkan tersangka baru.

"Gelar perkara sudah dilakukan, sudah diputuskan, mungkin (tersangka baru) akan segera diumumkan. Anda tunggu saja, ya bulan ini," ujar Ketua KPK Agus Rahardjo di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa 11 Juli 2017.

Isyarat serupa juga disampaikan Juru Bicara KPK Febri Diansyah. Dari fakta persidangan, dua mantan Pejabat Ditjen Dukcapil Kemendagri Irman dan Sugiharto diyakini tidak sendiri dalam menggaruk uang negara sebesar Rp 2,3 triliun.

Banyak pihak yang disebutkan telah menerima aliran dana korupsi e-KTP, baik legislator maupun mantan penghuni Senayan, pejabat Kementerian Dalam Negeri, hingga pihak swasta. Pada kasus e-KTP ini, KPK belum menetapkan tersangka dari pihak DPR.

KPK tak gentar. Meski banyak dari mereka menyangkal tudingan terlibat dalam korupsi e-KTP, KPK terus bekerja mengumpulkan bukti dalam menuntaskan kasus megakorupsi tersebut.

Mereka yang pernah diperiksa KPK antara lain, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, mantan Ketua DPR Ade Komaruddin, Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey, mantan Ketua Komisi II DPR Taufiq Effendi, anggota DPR Fraksi PAN Teguh Juwarno, dan anggota Komisi II DPR RI, Arief Wibowo.

 

Saksikan video menarik di bawah ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya