Liputan6.com, Jakarta Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menilai, saat ini etika politik berkoalisi semakin tidak jelas, akibat kepentingan jangka pendek.
Semestinya, kata Tjahjo, partai politik pendukung atau yang berkoalisi dengan pemerintah, konsisten dalam mendukung upaya pemerintah memperkuat pemerintahan presidensial dalam pembahasan RUU Pemilu.
Advertisement
"Partai-partai yang mendukung pemerintah tentunya harus konsekuen dan konsisten untuk memperkuat sistem pemerintahan presidensil," ujar Tjahjo di Jakarta, Jumat (14/7/2017).
Tjahjo mengatakan, saat ini pemerintah ingin meningkatkan penguatan sistem demokrasi dan sistem presidensial, salah satunya dengan RUU Pemilu di mana skema ambang batas presiden 20 persen perolehan suara DPR dan 25 persen suara sah nasional.
"Itu sudah berjalan dua kali pemilu. Hal itu sesuai Undang-Undang Dasar dan telah diterima, disetujui, dan diikuti oleh partai politik peserta pemilu," kata dia.
Oleh karena tu, kata Tjahjo, persoalan ambang batas presiden yang dikehendaki pemerintah, yakni 20-25 persen, hendaknya tidak perlu diributkan.
"Bahkan ada yang ingin kembali ke nol persen. Ini namanya kemunduran pemahaman demokrasi. Kita kan ingin maju memperkuat sistem demokrasi," kata dia.
Menurut Tjahjo, seharusnya dalam berkoalisi dengan pemerintah semua keputusan politik bisa dilaksanakan, diamankan, diperjuangkan bersama dan beriringan.
"Jadi tidak ditinggal lari sendiri di tengah jalan. Tidak elok berkoalisi tapi menikam dari belakang. Yang saya sampaikan tidak pada masalah RUU Pemilu. Tapi berkoalisi dalam konteks yang lebih luas apalagi koalisi politik dalam pemerintahan," papar Tjahjo Kumolo.
Saksikan video berikut ini: