Kisah Dalang Indonesia Mengenalkan Wayang di Australia

Ini kisah dalang Sumardi yang kerap menggelar pertunjukan wayang di Australia.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 15 Jul 2017, 06:48 WIB
Dalang Sumardi Sabdho Carito tengah menggelar pertunjukkan wayang tahun 2006. (Facebook Cultural Infusion)

Liputan6.com, Melbourne - Wayang ternyata juga dikenal di Australia. Salah satu yang mengenalkan kesenian dari Indonesia itu adalah Sumardi Sabdho Carito.

Ada sejumlah alasan mengapa dalang Sumardi Sabdho Carito lebih memilih memperkenalkan wayang kepada anak-anak di Australia. Ia tidak hanya menampilkan pertunjukan wayang kepada anak-anak di sana, tapi juga mengajarkan mereka cara membuat benda itu dari bahan-bahan sederhana.

Hampir setiap tahunnya, Sumardi datang ke Australia untuk berkunjung ke sekolah-sekolah dasar dan membawa wayang. Ia sudah melakukan kegiatan itu selama sembilan tahun.

Adalah Cultural Infusion, sebuah agen budaya Australia yang berbasis di Collingwood, negara bagian Victoria, yang mengundang Sumardi untuk memperkenalkan wayang kepada anak-anak di sana.

Sumardi mengaku jika ia belum pernah memperkenalkan wayang kepada anak-anak di Indonesia karena terbentur sejumlah kendala.

"Fasilitas sekolah tidak selengkap di Australia untuk menggelar pertunjukkan wayang," ujar Sumardi saat dihubungi Erwin Renaldi dari ABC Australia Plus di Melbourne. 

"Kedua, birokrasi untuk memperkenalkan wayang masih bertele-tele, banyak kepala sekolah dan guru yang tidak mengizinkan memperkenalkan wayang di sekolah," tambahnya.

Sumardi mengatakan jika dalam hati kecilnya ingin sekali memperkenalkan warisan budaya wayang kepada anak-anak Indonesia sendiri, tetapi ia mengaku membutuhkan bantuan dari berbagai pihak.

"Saya pernah mencoba mengajukan proposal ke salah satu perusahaan di Indonesia untuk mendukung program saya, 'Cultural in Education' dengan misi 'Ayo Nonton Wayang', namun belum ada tanggapan sampai sekarang."

Dengan tawaran yang datang dari Australia, Dalang Sumardi seolah mendapat kesempatan untuk memperkenalkan budaya wayang kepada generasi muda, meski bukan dari tanah kelahirannya sendiri.

Di Australia, Sumardi mengatakan telah memperkenalkan wayang kulit, wayang kancil, wayang golek, hingga seni tari.

"Pada tahun 2014 saya membawa instrumen gamelan kendang dan gender. Tujuannya untuk memperkenalkan salah satu musik yang mengiringi pertunjukkan wayang kulit," jelas Sumardi yang lulus dari Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta.

Sumardi mengaku jika murid-murid sekolah dasar berserta para guru menanggapi budaya wayang asal Indonesia dengan positif. Menurut pria kelahiran tahun 1966 tersebut, mereka menganggap bahwa budaya wayang adalah sesuatu yang unik dan menarik.

Ia pun seringkali dibanjiri pertanyaan soal wayang dari para murid, yang berasal dari kelas satu dan enam sekolah dasar.

"Kenapa waktu pentas wayang kulit di Indonesia sampai jam 9 atau semalam suntuk? Berapa lama waktu untuk membuat satu wayang?" kata Sumardi saat ditanya soal pertanyaan apa yang paling sering diajukan murid-murid di Australia.

 


Wayang di Negeri Orang

Masa Depan Wayang

Saat upaya untuk memperkenalkan wayang di Australia oleh Sumardi ditanggapi dengan baik, Sumardi mengaku pesimis jika wayang di negeri sendiri akan mampu mendapatkan tempat di hati anak-anak Indonesia.

Menurut Sumardi, salah satu penyebabnya adalah kondisi ekonomi bangsa Indonesia, khususnya masyarakat di Jawa yang kurang mencukupi untuk bisa 'nanggap wayang'. Padahal menurutnya untuk 'nanggap wayang' ini membutuhkan biaya yang tinggi.

"Berkembangnya teknologi canggih dengan game-game yang dianggap modern menarik kalangan generasi muda, sehingga wayang dianggap kuno," ujar Sumardi.

"Yang tak kalah penting adalah adanya anggapan dari agama dan aliran yang menganggap wayang adalah hal yang dilarang... bahkan banyak agama atau aliran agama yang mengkriminalisasi wayang atau pertunjukkannya."

Sumardi juga menyebutkan sejumlah faktor yang membuatnya pesimis bahwa wayang bisa digemari anak-anak Indonesia. Misalnya, semakin kurangnya tempat luas untuk pertunjukkan, serta waktu pagelaran yang biasanya malam hari sehingga orang tua melarang anak-anaknya menonton wayang.

Sumardi terus berharap agar bisa melaksanakan program 'Cultural in Education' dengan proyek 'Ayo Nonton Wayang' kepada murid-murid di Indonesia.

Memperkenalkan budaya asing

Cultural Infusion adalah satu dari sejumlah agen budaya di Australia, yang berupaya untuk mengajak anak-anak dan para guru untuk lebih membuka wawasan soal dunia dan keberagaman budaya yang dimiliki negara-negara di dunia.

Dari hasil penelusuran di situs resminya, organisasi ini memiliki banyak program untuk memperkenalkan budaya-budaya asing kepada murid-murid di Australia, termasuk budaya Indonesia.

Budaya Indonesia bahkan masuk dalam daftar budaya yang popular untuk dipelajari anak-anak di Australia.

Selain wayang, ada pula program memperkenalkan budaya dan kehidupan di Bali, mempelajari tarian Merak, musik gamelan, dan lainnya.

Program itu ditujukan tidak hanya mereka yang duduk di kelas satu hingga enam sekolah dasar, tapi di sekolah menengah. Durasi program biasanya digelar minimal satu jam. Ada pula yang satu hari selama jam sekolah.

Biaya bagi murid berkisar 6 hingga 13 dolar Australia atau sekitar Rp 60 hingga Rp 130 per orang.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya