Liputan6.com, Jakarta - Penemuan dan penggagalan penyelundupan narkotika jenis sabu 1 ton di Anyer, Banten pada Kamis 13 Juli 2017, membuat geger sejumlah kalangan. Tak hanya kuantitasnya yang begitu banyak, kepolisian juga menduga bahwa, penyelundupan itu melibatkan sindikat narkotika level internasional.
Apalagi, pelaku penyelundupan dan barang haram yang dibawa berasal dari Taiwan, menguatkan bukti bahwa, kartel narkotika level internasional jelas-jelas merambah hingga ke Tanah Air.
Baca Juga
Advertisement
Selain itu, Badan Narkotika Nasional juga pernah menjelaskan bahwa, tak hanya jaringan Asia, kartel Amerika Selatan dikabarkan telah merambah ke Indonesia.
Keberhasilan kartel narkotika Amerika Selatan untuk menjangkau Indonesia menimbulkan kekhawatiran. Pasalnya, sindikat kriminal tersebut dinilai oleh sejumlah otoritas penegak hukum dunia mampu beroperasi secara rapih dan memiliki pendanaan yang mumpuni, sehingga membuat mereka sulit untuk ditumpas.
Tak hanya itu, aktivitas kriminal sampingan lain yang dilakukan oleh kartel Amerika Selatan --seperti pembunuhan hingga kolusi dan nepotisme--, membuat sindikat tersebut menjadi polemik menakutkan bagi sejumlah pemerintahan dunia.
Namun benarkah demikian?
Dari berbagai informasi, berikut 4 fakta mengerikan tentang kartel narkotika Amerika Selatan, seperti dirangkum oleh Liputan6.com dari Toptenz.net, Jumat (14/7/2017).
Saksikan juga video berikut ini
1. Korban Jiwa yang Sangat Banyak
Aktivitas kekerasan yang dilakukan oleh para anggota kartel Amerika Selatan, menurut sejumlah otoritas, memberikan sumbangsih pada tingginya angka kematian di suatu negara. Di Meksiko misalnya, otoritas setempat meyakini bahwa 164.345 ribu korban pembunuhan dalam periode 2007 - 2014, disebabkan oleh aktivitas kartel di kawasan.
Tak hanya itu, perang antar kartel di Amerika Selatan yang memperebutkan monopoli produksi dan pendistribusian narkotika, turut berkontribusi pada tingginya angka kematian di kawasan.
Berdasarkan data Congressional Research Service Amerika Serikat pada 2015, setidaknya ada 80.000 korban pembunuhan yang berkaitan dengan aktivitas sindikat narkotika terorganisir yang berasal dari Amerika Selatan.
Advertisement
2. Bekerjasama dengan Pemerintah
Fakta ini didasari pada riwayat kasus yang terjadi antara Kartel Sinoladari Meksiko dengan Drug Enforcement Agency (DEA) Amerika Serikat pada periode 1990-an. Menurut hasil penelusuran, kartel raksasa asal Negeri Aztec itu dikabarkan melakukan kesepakatan dengan DEA.
Kesepakatan itu menyatakan bahwa kartel Sinola dapat dengan bebas melakukan pendistribusian narkotika ke Amerika Serikat. Sebagai gantinya, DEA meminta agar sindikat tersebut memberikan bocoran informasi terkait aktivitas kartel lain.
Derasnya arus peredaran yang masuk ke Amerika Serikat menyebabkan tingginya angka kejahatan terkait narkotika di Ngeri Paman Sam. Misalnya, meski bersifat laten, menyebabkan tingginya angka pembunuhan terkait narkotika (drug-related homicide) di sejumlah kota di Amerika Serikat.
Studi kasus Chicago misalnya, diduga bahwa 80 persen narkotika yang beredar di kawasan berasal dari kartel Sinola. Di saat yang sama ketika narkotika Sinola beredar, angka drug-related homicide di Chicago mengalami peningkatan.
Sementara itu, pada 1979, pemerintah AS dan Badan Intelijen Pusat (CIA) diduga kuat melatarbelakangi penyelundupan narkotika berskala besar dari Kolombia ke Negeri Paman Sam oleh distributor yang berasal dari Nikaragua. Diduga kuat, operasi penyelundupan itu dilakukan sebagai bagian operasi rahasia CIA, yang tengah membantu menghimpun uang untuk kelompok oposisi, guna mendanai proses kudeta di Nikaragua.
Kasus tersebut menjadi salah satu contoh yang menunjukkan bahwa, peredaran narkotika yang dilakukan oleh kartel Amerika Selatan, diduga kuat, mampu melibatkan aparat pemerintah.
3. Kartel Raksasa, Sinaloa
Saat ini, menurut penilaian sejumlah penegak hukum, kartel Sinaloa merupakan sindikat narkotika terbesar di dunia. Kelompok tersebut berdiri di Meksiko sejak 1980.
Saat ini kartel tersebut diyakini menguasai sekitar 60 hingga 40 persen perdagangan narkotika di Meksiko. Sinaloa juga menjadi sindikat pendistribusi barang haram itu ke Amerika Serikat.
Produksi utama mereka adalah kokain, yang sekitar 95 persennya dapat ditemukan di banyak titik di Amerika Tengah dan Selatan. Selain kokain, Sinaloa juga memproduksi narkotika semi-sintetis dan sintetis, seperti crystal-meth, heroin, dan MDMA. Dari aktivitas perdagangan barang haram itu, sindikat yang dipimpin oleh Joaquin Guzman meraup keuntungan senilai US$ 3 miliar per-tahunnya.
Advertisement
4. Memiliki Keuangan yang Besar
Pada puncak kejayaannya sekitar 1975 - 1980, dari aktivitas perdagangan narkotika, kartel Medellin yang dipimpin oleh Pablo Escobar diduga mampu meraup keuntungan bersih sebesar US$ 420 juta per-minggunya.
Bahkan, di masanya, Pablo Escobar masuk dalam majalah Forbes sebagai salah satu individu terkaya di dunia. Majalah itu menaksir bahwa sang gembong kartel itu memiliki aliran dana sekitar US$ 3 miliar dengan total kekayaan bersih sebanyak US$ 2 miliar. Selain itu, keuntungan bersih yang diterima Escobar dari perdagangan narkotika Medellin adalah senilai US$ 31,5 miliar.
Sementara itu, kartel raksasa Sinaloa, yang dilabel sebagai sindikat narkotika terbesar di masa moderen, mampu meraup keuntungan bersih per-tahun seilai US$ 3 miliar. Seiring waktu, keuntungan tersebut terus bertambah, khususnya ketika telah disesuaikan dengan inflasi. Uang sebanyak itu kemudian dikelola kembali demi melancarkan aktivitas perdagangan narkotika.