Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak naik hingga 1 persen pada penutupan perdagangan Jumat (Sabtu pagi waktu Jakarta). Pendorong kenaikan harga minyak adalah perlambatan secara drastis penambahan sumur pengeboran minyak di Amerika Serikat (AS) dan juga kenaikan permintaan mentah dari China.
Mengutip Reuters, Sabtu (15/7/2017), harga minyak Brent yang menjadi patokan harga dunia, untuk transaksi berjangka, naik 49 sen atau sekitar 1 persen ke level US$ 48,91 per barel. Sedangkan harga minyak mentah AS untuk transaksi berjangka naik 46 sen atau 1 persen ke level US$ 46,54 per barel.
Harga minyak mentah AS atau West Texas Intermediate (WTI) telah naik lebih dari 5,2persen pada pekan ini. Sedangkan harga minyak Brent naik lebih dari 4,7 persen sepanjang pekan ini.
Baca Juga
Advertisement
Pendorong kenaikan harga minyak ini adalah meredanya penambahan sumur pengeboran di AS. Hal tersebut diungkapkan oleh perusahaan energi Baker Hughes. Selain itu, data dari U.S. Energy Information Administration (EIA) menyebutkan bahwa angka persediaan minyak di AS turun 7,7 juta barel pada pekan lalu, penurunan terbesar dalam 10 bulan.
"Saya pikir salah satu pendorong terbesar kenaikan harga minyak adalah penurunan angka persediaan ini," jelas analis energi CFRA Research, New York, AS, Stewart Glickman.
Selain itu, ia melanjutkan, kenaikan permintaan minyak di China juga ikut menjadi pendorong kenaikan harga minyak. Berdasarkan data kepabeanan China, impor minyak mentah negara tersebut selama enam bulan pertama 2017 adalah 13,8 persen di atas periode yang sama tahun lalu.
Sedangkan Analis dari Commerzbank menyebutkan kenaikan harga minyak bisa berlanjut jika organisasi negara pengekspor minyak (OPEC) tetap menjalankan kesepakatan pengurangan produksi.
Sejak awal tahun OPEC dan beberapa negara produsen minyak di luar OPEC telah bersepakat untuk mengurangi produksi. Hal tersebut untuk mendorong kenaikan harga minyak secara bertahap sehingga mencapai titik keseimbangan baru.
Tonton Video Menarik Berikut Ini: