Geliat Industri Oleh-Oleh Khas Sumsel

Warga Desa Supat Kabupaten Muba Sumsel mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan produk olahan khas daerahnya.

oleh Nefri Inge diperbarui 16 Jul 2017, 17:02 WIB
Proses pembuatan sambal salai ikan patin dan gabus (Liputan6.com / Nefri Inge)

Liputan6.com, Palembang - Pemerintah dan warga Sumatera Selatan terus mengembangkan oleh-oleh khas daerah sekaligus menguatkan legalitasnya. Selain pengembangan produk, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) produk juga diurus. 

Pelaksana tugas (Plt) Kepala Disperindag Sumsel Erlina Liza mengatakan bahwa Sumsel mendapatkan sekitar 15 produk untuk mendapatkan HKI di pusat. Pihaknya memang sedang fokus dalam potensi pengembangan industri kecil menengah, industri berbasis teknologi dan usaha-usaha yang baru.

Bahkan beberapa sektor seperti produk pengolahan ikan, kopi khas Sumsel, dan pakan ternak bisa jadi peluang pengembangan usaha di Sumsel.

"Kita tetap mencari terobosan baru, seperti pengolahan ikan sungai. Seperti di Sembilang, Banyuasin dan Kabupaten Muba, ikan sungai sangat melimpah karena dialiri aliran Sungai Musi," ujarnya.

Untuk pakan ternak sendiri, sedang diperkenalkan salah satu produk khas Kabupaten Empat Lawang yaitu pupuk Suburinsang. Pupuk yang diproduksi oleh Kelompok Tani Mandiri Kecamatan Pendopo Kabupaten Empat Lawang ini ternyata berasal dari olahan kencing sapi.

Pupuk dari kencing sapi ini nantinya akan didaftarkan sebagai produk lokal kawasan Sumsel yang mengantongi sertifikat HKI.

"Sasaran kita yaitu merangkul pihak ketiga, seperti bisa menjual di supermarket besar dan memperkenalkan ke pameran nasional maupun luar negeri," katanya.

Langkah seperti inilah, lanjutnya, yang bisa mengejar ketertinggalan perkembangan industri kecil di Indonesia, terlebih harus bersaing dengan produk asal pulau Jawa.

Menurutnya, komoditi khas daerah bisa berkiprah di skala nasional bahkan internasional. Terlebih Sumsel menjadi tuan rumah Asian Games 2018, sehingga pengenalan produk bisa lebih mudah meluas.

 

 

Salah satu contoh sukses kerja sama dengan pihak ketiga adalah pengembangan industri oleh-oleh di Desa Supat. Kerja sama masyarakat dengan perusahaan energi Conocophilips membuahkan peningkatan produktivitas. 

Perusahaan melirik pengembangan usaha kecil warga Desa Supat, Kabupaten Muba, Sumatera Selatan (Sumsel).

Kepala Humas Conoco Phillpis perwakilan Muba, Fajar Qodri mengatakan bahwa pihaknya memberi perhatian terhadap Unit Kecil Menengah (UKM) di kawasan perusahaan. Tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar.

"Desa Supat masuk wilayah kita dan sudah mulai dikenal. Keharusan bagi perusahaan untuk peduli terhadap masyarakat, inilah fungsi Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai tanggung jawab perusahaan bagi masyarakat sekitar," katanya kepada Liputan6.com. 

Salah satu pengembangan usaha yang dilirik Conocophillips adalah olahan keripik pisang bakaran serta sambal salai ikan patin dan ikan gabus. Kerjasama yang telah dirintis sejak tahun 2014 tersebut telah memasuki tahapan pemasaran.

Sebelumnya, produk olahan warga hanya dipasarkan di kawasan sekitar dengan pengemasan yang kurang menarik dan harga yang terlalu rendah.

Untuk itu, pihaknya menggandeng kelompok Aroma Food yang terdiri dari ibu-ibu Desa Supat untuk memproduksi kedua olahan makanan tersebut dalam skala profesinal.

“Kita juga mencari racikan yang pas untuk produk olahan kelompok Aroma Food. Barulah tahun 2017, kedua olahan sudah bisa diproduksi secara massal dengan pengemasan yang lebih menarik dan kita juga turut membantu pemasarannya,” katanya.

 

 

 

 


Pisang Bakaran

Produk olahan warga Desa Supat Kabupaten Muba yang siap dipasarkan (Liputan6.com / Nefri Inge)

 

Ketua Kelompok Aroma Food Desa Supat, Wati, mengatakan, salah satu alasan olahan pisang bakaran menjadi pilihannya karena jenis buah tersebut tidak tumbuh di kawasan apapun selain Desa Supat.

"Pisang bakaran inilah yang kami angkat sebagai ciri khas Desa Supat. Dulu belum dijadikan oleh-oleh, sekarang sudah banyak pesanan,"ujarnya.

Sebelum dirangkul Conocophillips Muba, kata dia, pihaknya hanya memproduksi oleh-oleh khas Desa Supat sebanyak 40-50 bungkus per bulan. Namun kini, kelompok Aroma Food bisa memproduksi hingga 350 bungkus keripik pisang bakaran berbagai rasa.

Selain itu, mereka juga memproduksi sambal salai ikan patin dan ikan gabus yang bebas pengawet dan pewarna. Sambal khas Desa Supat ini ternyata bisa bertahan dalam waktu tiga bulan dengan pengawetan alami dari minyak gorengnya sendiri.

Kerjasama ini tentunya bisa menghasilkan pendapatan lebih ke warga Desa Supat. Penghasilan warga Desa Supat yang sebagai penyadap getah pohon karet tergantung kepada harga karet di pasaran.

"Kalau sekarang harga karet sedang turun Rp 5.000 per kilo, jadi dengan adanya usaha seperti ini bisa menambah pemasukan kami," ujarnya.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya