Liputan6.com, Beijing - Keputusan pemerintah Indonesia yang akan mengubah penyebutan nama Laut China Selatan menjadi Laut Natuna Utara, memicu kritik dari Tiongkok. Diwakili oleh Kementerian Luar Negeri, Beijing menyebut bahwa tindakan Indonesia dinilai tidak masuk akal.
"Langkah pergantian nama itu tidak masuk akal dan tidak selaras dengan upaya standardisasi mengenai penyebutan wilayah internasional," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Geng Shuang dalam sebuah konferensi pers. Demikian seperti yang diwartakan oleh CNN, Minggu (16/7/2017).
Baca Juga
Advertisement
"Kami berharap agar negara relevan di kawasan mampu berkolaborasi dengan China untuk tujuan bersama serta situasi di kawasan Laut China Selatan," ucap Geng Shuang.
Sebelumnya, pada Jumat, 14 Juli 2017, Deputi I Bidang Kedaulatan Maritim Kemenko Kemaritiman Arif Havas Oegroseno menyebut bahwa pemerintah Indonesia secara resmi akan mengubah penyebutan nama Laut China Selatan menjadi Laut Natuna Utara.
"Di utara Natuna, kita berikan nama baru sesuai praktik yang sudah ada, yaitu Laut Natuna Utara," ujar Arif Havas dalam konferensi pers.
Justifikasi Indonesia
Arif Havas Oegrosono menjelaskan, Indonesia memiliki kewenangan untuk memberikan nama di wilayah teritorial di Tanah Air. Adapun untuk kepentingan pencatatan resmi secara internasional, dapat dilakukan melalui forum khusus pencatatan nama laut, yakni International Hydrographic Organization (IHO).
"Memang kita perlu 'update' terus penamaan laut ini. Untuk PBB nanti kita berikan 'update' juga batas yang sudah disepakati. Ini supaya masyarakat internasional mengetahui kalau lewat dia paham itu wilayah mana," katanya.
Pria yang kerap dipanggil Havas itu juga menambahkan, penamaan Laut Natuna Utara disesuaikan agar sejalan dengan sejumlah kegiatan pengelolaan migas yang dilakukan di wilayah tersebut.
Selama ini, sejumlah kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas telah menggunakan nama Natuna Utara, Natuna Selatan atau North East Natuna dalam nama proyeknya.
"Jadi supaya ada satu kejelasan atau kesamaan antara landas kontinen dengan kolom air di atasnya, tim nasional sepakat agar kolom air itu disebutkan sebagai Laut Natuna Utara," ungkap Havas.
Sesuai peta lama Indonesia edisi 1953, keterangan mengenai Laut China Selatan itu hampir mendekati wilayah Laut Jawa.
"Jadi ujung Laut Jawa yang berbatasan dengan Selat Karimata itu pada 1953 masih dalam klasifikasi Laut China Selatan," katanya.
Namun, karena peta 1953 itu merupakan dokumen lama, maka pemerintah terus melakukan pemutakhiran dengan memasukkan dan memberikan nama baru di sejumlah wilayah Nusantara.
Penamaan Laut Natuna, tutur Havas, juga telah ditetapkan sebelumnya pada 2002. Sementara penggunaan nama Natuna Utara telah dilakukan sejak eksplorasi migas pada 1970-an.
Tak Cuma Indonesia
Menurut catatan, Indonesia bukan negara satu-satunya yang mengubah penyebutan Laut China Selatan dengan nama lain. Pada 2011, Filipina menamakan kawasan maritim itu sebagai Laut Filipina Barat.
Peristiwa itu memicu China untuk menyeret Filipina ke mahkamah internasional Den Haag, Belanda pada 2016. Namun, pengadilan memutuskan bahwa Tiongkok tidak memiliki wewenang legal-historis untuk mengintervensi keputusan Filipina dalam penyebutan nama wilayah maritim tersebut.
Kawasan Krusial
Dihubungkan dengan ratusan pulau dan terumbu karang, Laut China Selatan merupakan jalur pelayaran penting. Tak hanya itu, kawasan tersebut diyakini kaya akan sumber daya alam, seperti minyak dan gas bumi.
China mengklaim keseluruhan laut, tapi Vietnam, Taiwan, Filipina, Brunei Darussalam, dan Malaysia turut memiliki klaim teritorial untuk bagian-bagian yang berada di dekat tepian masing-masing.
Sementara itu, Indonesia sejak lama memilih untuk tidak terlibat dalam perselisihan tersebut. Namun, beberapa waktu terakhir, sejumlah kapal nelayan China kerap berlayar hingga ke wilayah zona ekonomi eksklusif Indonesia --yang bersinggungan dengan Laut China Selatan.
Saksikan juga video berikut ini