Liputan6.com, Jakarta - Ekonom memperkirakan neraca perdagangan Indonesia pada Juni 2017 akan kembali mencetak surplus berkisar antara US$ 716 juta-1,1 miliar. Proyeksi surplus neraca perdagangan tersebut lebih rendah dari ramalan Bank Indonesia (BI) sebesar US$ 1,4 miliar di bulan keenam ini.
Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede memperkirakan laju ekspor Indonesia di Juni ini turun 9,32 persen (year on year/YoY), dan pergerakan impor juga merosot 8,65 persen (Yoy).
"Karena itulah, neraca perdagangan Juni diperkirakan surplus US$ 716 juta," kata dia dalam Forecast Neraca Perdagangan yang diterima Liputan6.com, Jakarta, Senin (17/7/2017).
Ia menjelaskan, kinerja ekspor Indonesia pada bulan keenam ini didorong faktor musiman Idul Fitri, serta libur panjang Lebaran yang mengakibatkan aktivitas perdagangan turun signifikan.
Baca Juga
Advertisement
Volume ekspor, ucap Josua, ikut turun dipengaruhi melambatnya aktivitas manufaktur pada beberapa mitra dagang Indonesia, yakni Amerika Serikat (AS), Jepang, India, dan Singapura.
"Secara pricewise, harga beberapa komoditas ekspor cenderung melambat pada Juni ini, yakni minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan karet alam," ia menerangkan.
Lebih jauh, tutur Josua, laju impor turun karena melambatnya aktivitas manufaktur domestik pada Juni. Indikasinya adalah penurunan volume produksi akibat faktor musiman sehingga menyebabkan impor bahan baku dan impor barang modal melorot.
Sementara itu, ekonom SKHA Institute for Global Competitiveness (SIGC), Eric Sugandi, meramalkan surplus neraca perdagangan Juni lebih besar, yakni sekitar US$ 1,1 miliar.
"Ekspor diperkirakan tumbuh 15,9 persen (YoY), impor tumbuh 16,7 persen (YoY). Nilai ekspor di Juni lebih besar daripada impor, sehingga ekspektasi saya surplus US$ 1,1 miliar di Juni 2017," ujar Eric.
Eric mengaku, pendorong kinerja ekspor utamanya dari ekspor nonmigas, seperti CPO, batu bara, dan komoditas lain hasil perkebunan, serta minyak dan gas (migas) meskipun harga migas sedang turun (month to month/MoM), tapi permintaannya meningkat.
"Adapun impor di Juni dipengaruhi permintaan musiman Lebaran, terutama barang-barang konsumsi dan bahan baku produksi," ujar Mantan Ekonom Standard Chartered Bank itu.
Sebagai informasi, perkiraan surplus neraca perdagangan pada Juni 2017 sekitar US$ 716 juta-1,1 miliar lebih tinggi dibanding realisasi Mei 2017 sebesar US$ 470 juta. Namun proyeksi neraca dagang dari Josua Pardede lebih rendah dari capaian Juni 2016 yang sebesar US$ 900,2 juta.
Dibanding perkiraan BI yang sebesar US$ 1,4 miliar, ramalan neraca perdagangan Juni oleh kedua ekonom sama-sama lebih rendah.
Saksikan Video Menarik di Bawah Ini: