Referendum Oposisi di Venezuela Ricuh, 1 Perempuan Tewas Ditembak

Kelompok oposisi menggelar referendum di Venezuela. Pemerintah menyebut,hal itu ilegal dan inkonstitusional.

oleh Andreas Gerry Tuwo diperbarui 17 Jul 2017, 21:35 WIB
Seorang pengunjuk rasa memakai topeng berwarna bendera Venezuela, saat ikut serta dalam demonstrasi anti-pemerintah ke Mahkamah Agung di Caracas, Venezuela, Kamis, 6 Juli 2017. (AP Photo / Ariana Cubillos)

Liputan6.com, Caracas - Pria bersenjata di Venezuela melepaskan tembakan ke arah kerumunan orang yang ikut serta dalam referendum yang digelar kelompok oposisi.

Pemungutan suara tersebut dinilai ilegal oleh pemerintah setempat. Serangan yang dilakukan di Caracas tersebut menyebabkan satu orang perempuan tewas, sementara tiga lainnya menderita luka-luka.

Menurut Koalisi Oposisi Persatuan Demokrasi, tembakan tersebut dilepaskan kelompok paramiliter pro-pemerintah. Kejadian itu, tepatnya berlangsung di daerah miskin Catia.

Ada ribuan orang yang diperkirakan berada di tempat tersebut saat insiden berlangsung. Ketika tembakan dilepaskan, masa di tempat langsung berlarian mencari tempat aman.

Mayoritas kabur ke dalam gereja dan berlindung ke beberapa tempat yang berada dalam tempat peribadatan itu.

Korban jiwa kejadian ini teridentifikasi sebagai Xiomara Escot. Terbunuhnya Escot dikecam oleh pemimpin oposisi, Freddy Guevara.

"Hari ini sudah ternoda dengan tewasnya wanita Venezuela yang berdemo dan menggunakan haknya," Guevara seperti dikutip dari The Guardian, Senin (17/7/2017).

"Kekerasan tidak akan menyembunyikan apa yang sudah terjadi, orang-orang tidak akan pernah takut dan sudah mantap dengan putusan mereka," papar dia.

Pemungutan suara yang dilakukan oposisi dikecam keras pemerintah. Mereka menyatakan, referendum ini ilegal dan tak sesuai konstitusi.

Meski demikian, penyelenggara mengklaim ada lima juta warga Venezeula yang ikut serta dalam referendum. Waktu pemungutan suara pun dijelaskan telah diperpanjang kelompok oposisi.

Para pemberi suara ikut dalam referendum ini dikarenakan, mereka ingin agar Presiden Nicolas Maduro lengser. Salah seorang warga Venezuela, Rafael Betancourt menjelaskan, eks deputi Hugo Chavez tersebut gagal dalam menjalankan roda pemerintahan dan penyebab utama terjadinya krisis panjang.

"Maduro telah bekerja dengan sangat buruk, dan sekarang melalui parlemen yang tidak benar dia ingin mendapat tambahan waktu (berkuasa), tapi waktunya sudah habis," jelas Betancourt.

"Ini adalah bukti orang-orang siap menendang siapa pun pihak yang telah menjerumuskan kita kita pada kelaparan ini," kata dia.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya