Mengapa Cuma Situs Web Telegram yang Diblokir? Ini Penjelasannya

Banyak masyarakat bertanya, mengapa Kemkominfo hanya memblokir situs web Telegram, bukan aplikasinya.

oleh Corry Anestia diperbarui 17 Jul 2017, 19:54 WIB
(kedua kanan) Semuel A Pangerapan, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kemkominfo saat memberi keterangan pers terkait pemblokiran Telegram di Kantor Kemkominfo, Jakarta, Senin (16/7/2017). (Liputan6.com/Corry Anestia)

Liputan6.com, Jakarta - Pemblokiran situs web Telegram beberapa waktu lalu masih menimbulkan banyak pertanyaan. Tak sedikit yang mempertanyakan alasan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) yang hanya memblokir situs web, bukan aplikasinya.

Menurut Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kemkominfo, Semuel A Pangerapan, situs web memiliki fitur transfer file dalam ukuran besar dibandingkan via aplikasi. Hal ini dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk bertukar informasi lewat video.

"Pengguna bisa mengirimkan file hingga 1,5 Gigabyte. Di situlah mereka bisa bertransfer informasi, keunggulannya bisa dirasakan si pengirim," ujar pria yang akrab disapa Semmy saat memberi keterangan pers terkait pemblokiran Telegram di Kantor Kemkominfo, Jakarta, Senin (17/7/2017) malam.

Sebagaimana diketahui, Kemkominfo memblokir situs web Telegram sejak Jumat (14/7/2017) lalu. Menurutnya, situs web layanan pesan instan diblokir karena sering dimanfaatkan para teroris untuk menyebarkan propoganda hingga paham radikalisme.

"Pemblokiran ini peringatan keras demi menjaga keamanan dan menegakkan kedaulatan negara," tambah Semmy.

Sementara itu, Direktur Keamanan Informasi Kemkominfo, Aidil Chendramata menambahkan, pemblokiran situs web Telegram dinilai lebih mudah ketimbang aplikasi, karena situs web bisa diblokir lewat Domain Name System (DNS).

"Pemblokiran situs web lebih praktis karena tinggal memblokir DNS, sedangkan blokir aplikasi butuh usaha lebih besar. Urusannya sudah ke Internet Protocol (IP), rumit," ujar Aidil pada kesempatan sama.

Menurut Aidil, Kemkominfo telah mengamankan 17.000 halaman percakapan Telegram yang saat ini sedang dalam proses penyelidikan. Sayang, pihaknya tidak mengizinkan awak media untuk melihat isinya.

"Sebagian besar isi percakapan itu tentang ekstrimis, cara membujuk orang menjadi teroris, hingga cara merakit bom lewat chat atau video. Tapi tak cuma itu, isi percakapannya juga ada yang tentang pornografi dan peredaran narkoba," jelasnya.

(Cas/Isk)

Tonton Video Menarik Berikut Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya