Sekjen: Setya Novanto Tersangka, Tak Ubah Posisi Golkar ke Jokowi

Idrus Marham menjelaskan penetapan tersangka terhadap Setya Novanto tidak akan memengaruhi Partai Golkar dalam pemerintahan.

oleh Ika Defianti diperbarui 18 Jul 2017, 12:33 WIB
Ketua Umum Partai Golkar, Setya Novanto (tengah) bersama Idrus Marham dan Aburizal Bakrie memberi keterangan usai bertemu Presiden ke-3 RI, BJ Habibie di Jakarta, Selasa (14/6/2016). Pertemuan berlangsung secara tertutup. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Golkar Idrus Marham mengatakan Fraksi Partai Golkar akan mengkaji status Setya Novanto yang menjadi tersangka kasus dugaan korupsi E-KTP. Hal tersebut, menurutnya, dapat dijadikan tolok ukur dalam menentukan langkah hukum lanjutan.

"Kajian terhadap surat keputusan seperti bagaimana konstruksinya, alasannya untuk menentukan langkah hukum lebih lanjut," ucap dia di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (18/7/2017).

Tak hanya itu, Idrus menjelaskan penetapan tersangka terhadap Setya Novanto tidak akan memengaruhi Partai Golkar dalam pemerintahan.

"Kita tetap memberi dukungan kepada pemerintahan Pak Jokowi dan Pak JK, serta tidak mengubah posisi rapimnas untuk mendukung Jokowi. Sehingga kita tetap konsisten dan bersungguh-sungguh termasuk dengan Perppu Ormas," tegas dia.

Selain itu, Idrus juga menyatakan Fraksi Partai Golkar akan tetap solid mendukung Setya Novanto. "DPP dan Fraksi tetap solid memberikan dukungan kepada Setya Novanto selaku Ketua Umum dan DPR," kata Idrus.

KPK menetapkan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka dalam kasus korupsi e-KTP. Keputusan KPK ini diambil setelah mencermati fakta persidangan Irman dan Sugiharto terhadap kasus e-KTP tahun 2011-2012 pada Kemendagri.

"KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan seorang lagi sebagai tersangka. KPK menetapkan SN, anggota DPR sebagai tersangka dengan tujuan menyalahgunakan kewenangan sehingga diduga mengakibatkan negara rugi Rp 2,3 triliun," ujar Ketua KPK Agus Rahardjo di Gedung KPK, Jakarta, Senin, 17 Juli 2017.

Novanto diduga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 2,3 triliun dari nilai proyek Rp 5,9 triliun.

Atas perbuatannya, Setya Novanto disangka melanggar Pasal 3 atau Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sebelumnya, Setya Novanto tegas membantah dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) dalam dugaan korupsi KTP elektronik atau kasus e-KTP. Ia mengaku tidak pernah bertemu dengan Muhammad Nazaruddin, Anas Urbaningrum, dan pengusaha Andi Agustinus atau Andi Narogong.

 

Saksikan video di bawah ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya