Liputan6.com, Jakarta - Setelah memblokir situs web Telegram, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) juga berencana memanggil penyedia layanan sejenis, seperti Facebook, Google, WhatsApp, hingga Twitter.
Dirjen Aplikasi Informatika Kemkominfo, Semuel A Pangerapan berujar bahwa rencana pemanggilan ini tak lain untuk meminta komitmen mereka untuk menangani penyebaran radikalisme dan terorisme.
"Kami ingin meminta komitmen penuh mereka untuk membantu kami menangani hal ini. Kalau tidak, kami akan melakukan hal yang sama dengan melakukan pemblokiran (layanan)," ujar Semuel ditemui di kantor Kemkominfo, di Jakarta, Senin (17/7/2017).
Menurutnya, perusahaan penyedia layanan over-the-top (OTT) yang menjalankan bisnisnya di Indonesia, sepatutnya ikut bekerja sama dalam menanggulangi konten yang bertentangan di Tanah Air.
Baca Juga
Advertisement
Kasus pemblokiran situs web Telegram sejak Jumat (14/7/2017) lalu menuai reaksi pro dan kontra dari masyarakat. Diakui pemerintah, ada miskomunikasi antara Kemkominfo dengan pihak Telegram.
Pasalnya, sang pendiri dan CEO Telegram, Pavel Durov tak mengetahui pemerintah Indonesia mengirimkan surat pemberitahuan untuk memblokir situs web-nya. Sementara, menurut Kemkominfo, terhitung ada enam kali surat dikirimkan sejak Maret hingga Juli, tetapi tidak direspons.
Di kesempatan sama, Deputi II Bidang Penindakan dan Pembinaan Kemampuan BNPT, Arief Dharmawan menambahkan bahwa penting bagi penyedia OTT untuk memenuhi persyaratan sesuai dengan aturan berlaku di Indonesia. Dengan demikian, koordinasi bisa dilakukan lebih mudah apabila hal semacam ini terjadi.
"Semisal Facebook ada masalah, koordinasi lebih mudah karena ada kantornya di sini, ada perwakilannya juga. Hal itu sangat efektif," tutur Arief.
Adapun, Kemkominfo telah mengamankan 17.000 halaman percakapan Telegram yang memuat konten radikalisme hingga terorisme, dan saat ini sedang dalam proses penyelidikan.
(Cas/Why)
Tonton Video Menarik Berikut Ini: