Liputan6.com, Jakarta - Sejak lama, seks selalu dikaitkan dengan spionase atau mata-mata. Soal itu, sejarah mencatat nama Margaretha Geertruida Zelle atau Mata Hari sebagai 'The Greatest Woman Spy' alias ratu mata-mata.
Saat jadi penari telanjang yang populer di Berlin, Mata Hari dikabarkan direkrut agen rahasia Jerman. Konon, ia pernah menjalani pelatihan di sekolah mata-mata Jerman di Antwerp, Belgia. Oleh Jerman, dia disebut dengan kode 'H21'.
Selain jadi mata-mata Jerman, Mata Hari juga direkrut menjadi mata-mata Prancis -- yang dia lakukan demi uang agar bisa hidup bersama kekasihnya yang asal Rusia, Vladmir Masloff.
Dengan pesonanya, Matahari mengumpulkan informasi rahasia dari para pria yang memujanya.
Pada 13 Februari 1917, Mata Hari dicokok aparat Prancis. Tuduhannya, agen ganda. Beberapa bulan kemudian ia dieksekusi mati.
Baca Juga
Advertisement
Seks terbukti memiliki nilai jual dalam dunia spionase. Itu mengapa, perempuan yang direkrut sebagai mata-mata mayoritas punya penampilan menarik.
Jika hewan melakukan seks untuk menyebarkan gen dan meneruskan spesies, maka hanya manusia lah yang melihat adanya potensi menggunakan seks sebagai senjata.
Diringkas dari toptenz.net pada Rabu (19/7/2017), berikut ini adalah 6 kisah penggunaan seks sebagai senjata dalam dunia spionase:
1. Nyaris Meruntuhkan Dua Kedutaan Besar Amerika Serikat
Pada 1985, Amerika Serikat (AS) dan Uni Soviet sedang berada di tengah Perang Dingin. KGB terus menerus mencoba meraih informasi agar berada di atas angin, termasuk dengan cara penyusupan ke Kedutaan Besar AS di Moskow.
Salah satu petugas keamanan Marine Security Guard di Kedubes AS adalah Clayton Lonetree yang tugasnya mencakup pengamanan pertemuan tingkat tinggi antara Presiden Ronald Reagan dan Mikhail Gorbachev.
Ia sudah dinasehati agar tidak terlalu dekat dengan para wanita Rusia yang mungkin merayunya agar membocorkan informasi sensitif, tapi kemudian ia jatuh cinta kepada Violetta Seina, penerjemah paruh waktu sekaligus mata-mata seksi Rusia. Seina mempertemukan Lonetree dengan agen KGB bernama Aleksey Yefimov.
Tak lama sesudahnya, Lonetree mulai membocorkan dokumen terlarang, termasuk rencana lantai kedutaan. Ia terus melakukan itu bahkan setelah dipindah ke Kedubes AS di Wina, Austria. Di sana ia bahkan membeberkan cetak biru bangunan Kedubes.
Kedubes AS di Moskow akhirnya harus pindah setelah anggota Marine itu mengaku di kemudian. Menurut Bill Brown, mantan anggota Marine Corps yang bertugas melakukan inspeksi, gedung itu telah menjadi “suatu pemancar radio besar untuk KGB.”
Lonetree menjadi anggota US Marine pertama yang kedapatan bersalah melakukan spionase melawan AS dan diganjar hukuman penjara selama 30 tahun.
Tapi, walaupun ada suara-suara yang mengusulkan hukuman mati kepadanya, ia dibebaskan dari penjara setelah menjalani masa hukuman selama 9 tahun.
Advertisement
2. Keberuntungan Tak Terduga
WikiLeaks menjadi fenomena dunia pada 2010 ketika pendirinya, Julian Assange, membocorkan ribuan dokumen rahasia AS kepada publik.
Belum pernah ada kejadian ketika spionase diseret kepada kehidupan publik dan menyebabkan kekhawatiran di kalangan para pejabat AS. Tidak heran jika Assange kemudian menjadi orang paling dicari.
Pada 2010 itu juga, pria Australia itu dituduh telah memperkosa dua wanita di Stockholm. Ia kemudian dipenjara di London dan pihak US Justice Department sigap menggunakan kesempatan itu untuk meminta ekstradisi Assange ke AS untuk disidang terkait spionase.
Hakim perkara bersikeras bahwa ia bukan ditahan karena spionase, tapi tetap saja menolak memberikan pembebasan dengan uang jaminan. Tiga di antara empat gugatan yang dituduhkan kemudian dibatalkan selama 2 tahun ke depan karena kadaluarsa.
Selama itu juga Assange melawan upaya ekstradisi ke Swedia demi kepentingan jangka panjang. Ia tadinya hampir setuju ke Swedia secara sukarela jika mendapat jaminan tidak akan dipindahkan ke AS. Permintaan itu ditolak.
Setelah permohonan bandingnya ditolak, ia mengungsi ke Kedubes Ekuador di London, karena ia tidak bisa ditangkap selama berada dalam bangunan tersebut.
Untuk mengawasinya terus menerus, polisi setempat harus mengeluarkan biaya hingga US$ 14 juta. Pertaruhannya besar, karena Assange bisa dihukum mati berdasarkan hukum AS. Tapi Inggris dan Swedia tidak dapat menerima adanya pelaksanaan hukuman mati. Jadi, Assange dijamin tidak akan diekstradisi selama ia bekerja sama.
Jenis dakwaan spionase yang dilakukannya berbeda dengan yang biasanya terjadi di masa lampau karena ia tidak secara aktif berada di satu pihak untuk melawan pihak lain.
3. Trauma Seusai Dinas
Sejujurnya, Korea Utara bukanlah negara paling ramah di dunia, apalagi melihat kebenciannya terhadap tetangga di selatan. Mata-mata dan petugas pembunuhan kerap dikirim ke Korea Selatan untuk mencuri informasi atau mengancam nyawa petinggi, termasuk Presiden.
Seringkali hanya informasi kurang pentinglah yang didapat untuk kemudian dikirim ke Utara. Salah satu wanita yang ditugaskan mengumpulkan data tersebut adalah Won Jeong-hwa, yang memulai tugas memberi informasi tentang warga Korea Utara yang berusaha melarikan diri lewat China.
Untuk tugas berikutnya, ia dikirim ke Korea Selatan agar menggunakan seksualitasnya untuk mencuri informasi militer dari seorang kapten angkatan bersenjata. Tak lama kemudian ia ketahuan dan dihukum penjara selama 5 tahun.
Korea Selatan memiliki cara tak biasa dalam memperlakukan mantan mata-mata. Kebanyakan dari mereka diberikan hak untuk menetap di negeri itu untuk mencoba mencari nafkah.
Karena masyarakat penasaran dengan masa lalu para agen itu, mereka biasanya menjadi sorotan. Pada awalnya, hal demikian berjalan mulus bagi Won. Tapi, pemeriksaan ketat oleh media mengungkapkan bahwa Won telah berbohong tentang pelatihan ketatnya sebagai mata-mata.
Ia pun dipandang sekedar informan rendahan yang menjaja seks ke mana-mana dan perannya dibesar-besarkan oleh pihak berwenang agar memperburuk citra Korea Utara.
Pandangan masyarakat pun berubah, tapi tetap cukup dikenal sehingga ia ditolak ditawari pekerjaan di mana-mana, bahkan ketika melamar sebagai pelayan restoran atau pekerja kebersihan.
Sebagai ibu tunggal yang memiliki putri berusia 12 tahun, wanita yang dijuluki ‘Mata Hari’ Korea Utara itu mengaku beberapa kali berusaha bunuh diri.
Ia berkali-kali dipecat karena hal yang telah dilakukannya di masa lalu sehingga bahkan pernah berpikir menawarkan putri remajanya untuk adopsi agar memiliki kehidupan yang lebih baik. Ia terjebak di tengah-tengah.
Terlatih ataupun tidak, dalam kebanyakan kasus mata-mata seks, mereka menyadari bahwa itu hanyalah pekerjaan karena, ketika menjadi bersifat pribadi, risiko tertangkap menjadi berlipat ganda.
Advertisement
4. Mata-mata Saling Jatuh Cinta
Menjadi aktris seusai Perang Dunia II di Jerman bukanlah pilihan yang amat baik, tapi Anna Maria Knuth melakukannya. Tentu saja tidak mudah mencari pekerjaan baginya sehingga ia menjadi mata-mata bagi Soviet dalam jejaring Kolberg Ring, di bawah binaan mantan perwira kavaleri Polandia.
Karena latar belakang dunia peran, tidak sulit baginya menggoda para pejabat Amerika, Inggris, dan Jerman Barat agar berhubungan dengannya untuk kemudian diperas hingga membocorkan informasi rahasia.
Ia cukup berhasil untuk beberapa lama, tapi spionase cenderung menarik orang-orang yang tidak diinginkan. Salah satunya adalah Reinhard Gehlen, mata-mata mumpuni Jerman Barat yang mencoba mengalahkan wanita itu. Gehlen menugaskan seorang agen bernama Dr. Petersen.
Knuth telah mendapat peringatan tentang Petersen, tapi wanita itu malah jatuh cinta. Selama setahun ke depan, pria itu menyusupkan intelijen palsu yang dirancang secara hati-hati agar mendapat balasan berupa informasi secukupnya untuk meringkus Kuhn dan seluruh jejaring Kolberg Ring.
Semua anggota jejaring tertangkap, termasuk perwira penanggungjawab. Knuth sendiri meninggal 2 tahun kemudian karena kanker.
5. Rahasia Seorang Homoseksual
Di masa Perang Dingin, menjadi seorang homoseksual secara terbuka merupakan hal yang amat tercela. John Alsop adalah salah satu kolumnis paling berpengaruh pada masanya dan menentang komunisme secara terbuka.
Tapi, yang tidak terbuka, adalah orientasi seksualnya sebagai seorang homoseks. Teman-temannya mengetahui hal itu, demikian juga dengan para agen KGB.
Pada 1957, hadirlah suatu kesempatan emas untuk menjebaknya. Ketika sedang berkunjung ke Moskow, sesudah suatu pesta, Alsop bermalam dengan seorang pria yang baru ditemuinya dan gambar-gambar tak senonoh pun direkam oleh KGB.
Ketika pihak Soviet mendatangi dan mengancam akan membocorkan rahasia, Alsop bergegas menuju Kedubes AS dan mengakui semuanya. Pihak Soviet tidak main-main dan mengirimkan foto-foto itu kepada para pejabat AS dan teman-temannya di AS dengan maksud menghancurkan karir kolumnis tersebut dalam beberapa hari.
Karena ia terkenal dan sodomi di AS masih dipandang melanggar hukum sebelum perubahan peraturan pada 1962, hal itu seharusnya menjadi skandal. Tapi, tidak terjadi apa-apa karena orang-orang mengerti bahwa tugasnya lebih penting dan tidak membeberkan apapun kepada publik.
Advertisement
6. Jebakan Seks dan Penculikan
Seorang mantan teknisi nuklir bernama Mordechai Vanunu pernah bekerja di pusat nuklir Dimona di tengah gurun Negev, Israel. Ia memiliki akses ke informasi sangat sensitif, apalagi Israel saat itu sedang mengembangkan sejumlah hulu ledak nuklir.
Ia pergi ke London dan membeberkan semua operasi itu kepada masyarakat melalui harian The Sunday Times, dilengkapi dengan foto-foto dari Dimona.
Perbuatan itu menimbulkan keguncangan hebat dan membuat geram para petinggi Israel sehingga mereka memerintahkan memburu Vanunu. Mereka tidak bisa begitu saja ke Inggris karena Vanunu mengungsi dengan menggunakan nama samaran, sehingga dikirimlah Cheryl "Cindy" Hanin untuk menggodanya.
Hanin adalah seorang wanita Amerika yang pindah ke Israel 10 tahun sebelumnya dan menikahi dengan seorang mayor dalam dinas intelijen militer Israel. Ia masuk ke Inggris dengan menyamar sebagai turis Amerika.
Di Inggris, ia mendekati Vanunu sehingga pria itu merasa senang akan diajak berselingkuh. Vanunu telah mendapat peringatan tentang kemungkinan Hanin sebagai agen Mossad dan ia bahkan mengaku telah menanyai langsung kepada wanita tersebut.
Tentu saja wanita itu berpura-pura tidak mengetahui apapun dan Vanunu mempercayainya, apalagi, seperti diucapkan oleh redaksi The Sunday Times saat itu, pria itu adalah "seorang perjaka berusia 31 tahun yang penasaran ingin mengubah status itu."
Hanin diperintahkan merayu Vanunu pergi ke Roma, ke suatu apartemen yang telah ditunggui 2 agen Mossad. Mereka memberinya obat sehingga ia kehilangan kesadaran, lalu membawanya ke Israel. Ia diadili dengan dakwaan spionase dan pengkhianatan dengan ganjaran hukuman penjara selama 18 tahun.