Liputan6.com, Jakarta - Ketua DPR Setya Novanto tak disebut menerima sejumlah uang dalam vonis perkara korupsi e-KTP terhadap dua mantan pejabat Ditjen Dukcapil Kemendagri Irman dan Sugiharto.
Tak seperti dalam dakwaan dan tuntutan terhadap keduanya, dalam vonis nama yang disebut menerima uang bancakan e-KTP hanya politikus Partai Hanura Miryam S Haryani, politikus Golkar Markus Nari dan Ade Komarudin.
Advertisement
Menurut Juru Bicara KPK Febri Diansyah, hal tersebut tak akan mempengaruhi bukti yang sudah dimiliki lembaga antirasuah, terkait penerimaan uang Novanto dan pihak-pihak lainnya.
"Tentu tidak semuanya akan diulang oleh hakim. Karena persidangan ini adalah persidangan untuk dua orang terdakwa," ujar Febri di Gedung KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 20 Juli 2017.
Menurut Febri, yang disebut dalam menerima sejumlah uang dalam vonis e-KTP merupakan pihak-pihak yang berkaitan secara langsung dengan dua terdakwa.
"Bahwa ada informasi-informasi lain yang belum dipertimbangkan dan belum diperdalam tentu dapat kita perdalam nanti pada perkara yang spesifik," kata dia.
Febri mengatakan, perkara korupsi ini masih memiliki tiga tersangka lainnya yakni Setya Novanto (SN), Andi Agustinus alias Andi Narogong (AA), dan Markus Nari (MN).
"Kita misalnya sekarang sedang menangani penyidikan untuk AA, nanti ketika itu dilimpahkan ke pengadilan, itu bukti-bukti yang kita ajukan akan lebih spesifik dan lebih dalam. Termasuk juga untuk proses terhadap tersangka SN dan tersangka MN," kata dia.
Dalam perkara ini, Irman divonis tujuh tahun penjara, sedangkan Sugiharto lima tahun. Dalam vonis, Miryam disebut menerima uang USD 1,2 juta, Markus Nari sebesar USD 400 ribu, sedangkan Ade Komarudin sejumlah USD 100 ribu.
KPK menetapkan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka keempat kasus e-KTP. Penetapan ini setelah penyidik mencermati fakta persidangan dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri yang juga terdakwa kasus yang sama, Irman dan Sugiharto.
"KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan seorang lagi sebagai tersangka. KPK menetapkan SN (Setya Novanto), anggota DPR sebagai tersangka dengan tujuan menyalahgunakan kewenangan, sehingga diduga mengakibatkan Negara rugi Rp 2,3 triliun," ujar Ketua KPK Agus Rahardjo, di Gedung KPK, Jakarta, Senin 17 Juli 2017.
Agus menjelaskan Setya Novanto memiliki peran penting dalam mengatur proyek e-KTP. Penyidik menduga Novanto dan Andi Agustinus alias Andi Narogong bersama-sama mengatur proyek e-KTP sejak awal.
"Saudara SN (Setya Novanto) melalui AA (Andi Narogong), diduga memiliki peran baik dalam proses perencanaan dan pembahasan anggaran di DPR dan proses pengadaan barang dan jasa e-KTP," kata dia.
Setya Novanto disangka melanggar Pasal 3 atau Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Terkait statusnya ini, Setya Novanto tegas membantah menerima uang Rp 574 miliar seperti yang disebutkan dalam dakwaan jaksa KPK. Dia pun mengutip pernyataan mantan anggota Partai Demokrat Nazaruddin yang menyebut dirinya tidak terlibat korupsi e-KTP.
Setya Novanto berharap tidak ada lagi pihak-pihak yang menyerang dirinya, terutama dalam kasus proyek e-KTP. "Saya mohon betul-betul, jangan sampai terus dilakukan penzaliman terhadap diri saya," tegas Ketua Umum Partai Golkar itu.
Saksikan video menarik berikut ini: