Soal Setya Novanto, Golkar Berharap KPK Berpedoman Pada Fakta

Hal itu diungkap Idrus lantaran Setya Novanto tak disebut menerima uang haram dalam vonis kasus e-KTP

oleh Fachrur Rozie diperbarui 22 Jul 2017, 15:00 WIB
Ketua Umum Partai Golkar, Setya Novanto (keduakanan) jelang Rapat Pleno XI Dewan Pakar bersama Ketua Dewan Pakar, Agung Laksono di Jakarta, Jumat (21/7). Rapat membahas perkembangan strategis actual untuk konsolidasi. (Liputan6.com/HelmiFithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar Idrus Marham berharap, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berpedoman pada fakta hukum dalam menangani kasus Setya Novanto.

"Kami harap KPK berpegang pada fakta hukum," ujar Idrus di Hotel Sultan, Gatot Subroto, Jakarta, Sabtu (22/7/2017).

Hal tersebut diungkap Idrus lantaran Ketua Umum Partai Golkar itu tak disebut menerima uang haram dalam vonis kasus e-KTP, dengan terdakwa dua eks pejabat Dukcapil Kementerian Dalam Negeri. Pada perkara tersebut, Setya Novanto sudah ditetapkan sebagai tersangka.

"Misalkan dalam putusan tidak disebutkan nama Setya Novanto (menerima aliran uang e-KTK), ya kami tetap hormati proses hukum," kata Idrus.

Sementara terkait dua nama kader Golkar yang disebut menerima uang e-KTP, yakni Ade Komarudin dan Markus Nari, Idrus mengatakan, partainya tetap akan melakukan pendampingan hukum.

"DPP menugaskan bidang hukum dan HAM untuk melakukan pendampingan sebagai langkah hukum secara bersama-sama untuk mengawal proses hukum agar betul-betul berdasarkan fakta yang ada," kata Idrus.

Sebelumnya, dalam vonis terhadap dua pejabat Ditjen Dukcapil Kemendagri Irman dan Sugiharto, nama Setya Novanto tak disebut ikut bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus e-KTP.

Vonis tersebut berbeda dengan dakwaan dan tuntutan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pada dakwaan dan tuntutan, Setya Novanto disebut ikut terlibat dan menerima aliran dana sebesar 11 persen dari bancakan tersebut setelah dipotong pajak.

KPK menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP, Senin 17 Juli 2017. Oleh KPK, Setya Novanto disangka melanggar Pasal 3 atau Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Ancaman dari pelanggar pasal tersebut berupa pidana penjara seumur hidup.

Terkait statusnya ini, Setya Novanto secara tegas membantah menerima uang Rp 574 miliar seperti yang disebutkan dalam dakwaan Jaksa KPK. Dia pun mengutip pernyataan mantan anggota Partai Demokrat Nazaruddin yang menyebut, kalau dirinya tidak terlibat korupsi e-KTP.

"Tapi khusus pada tuduhan saya telah menerima Rp 574 miliar, kita sudah lihat dalam sidang Tipikor 3 April 2017, dalam fakta persidangan saudara Nazar keterlibatan saya dalam e-KTP disebutkan tidak ada, dan sudah bantah tidak terbukti menerima uang itu," sambung Setya Novanto.

 

Saksikan video berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya