Nasib Menyedihkan Sajadah Batu Tempat Penobatan Sultan Banten

Sajadah batu yang bernama watu gilang itu diyakini bisa mendatangkan celaka bagi Kesultanan Banten jika digeser dari tempatnya kini.

oleh Yandhi Deslatama diperbarui 24 Jul 2017, 16:30 WIB
Sajadah batu yang bernama watu gilang itu diyakini bisa mendatangkan celaka bagi Kesultanan Banten jika digeser dari tempatnya kini. (Liputan6.com/Yandhi Deslatama)

Liputan6.com, Serang - Batu besar mirip sajadah terbentang antara Masjid Agung Banten dan Keraton Surosowan. Batu itu bernama Watu Gilang yang zaman dahulu digunakan untuk melantik para Sultan Banten selama ratusan tahun.

Kondisi batu itu kini tak terurus dengan baik. Hanya pagar besi kecil yang memisahkannya dengan para pedagang kaki lima yang berjualan di sekitar Kompleks Kesultanan Banten. Penanda bahwa batu itu bersejarah hanyalah sebuah papan informasi.

Dalam sejarahnya, Watu Gilang dipergunakan sebagai tempat penobatan Sultan Banten. Saat itu, Kota Surosowan dijadikan sebagai ibu kota Kerajaan Banten atas petunjuk dan nasihat dari Sunan Gunung Jati kepada putranya, Maulana Hasanudin, yang kemudian menjadi sultan pertama Kerajaan Banten.

Watu Gilang harus berada di tengah kota dan tidak boleh digeser. Jika digeser, hal itu dipercaya akan menyebabkan kerajaan runtuh. 

Berdasarkan catatan dalam Serat Banten, Watu Gilang dipercaya berasal dari Kerajaan Pajajaran yang ditaklukkan oleh Banten pada 1579 Masehi. Batu bernama lengkap Watu Gilang Sriman Sriwacana itu lalu dipindahkan ke Banten Lama oleh Panembahan Yusuf atas perintah ayahnya, Sultan Maulana Hasanudin.

Tak hanya Watu Gilang yang kondisinya tak terawat, parit pelindung keraton dan kawasan masjid juga kumuh. Begitu pula dengan jalan menuju lokasi wisata bersejarah yang rusak.

"Target kita rencanakan (revitalisasi Banten Lama) selesai dua atau tiga tahun. Karena ini kan cukup luas. Kita buat dulu DED-nya," kata Andhika Hazrumy, Wakil Gubernur (Wagub) Banten, Jumat, 21 Juli 2017.

Kekumuhan di kawasan Banten Lama yang merupakan cagar budaya salah satunya diakibatkan pembiaran. Banyak pengemis berkeliaran di kompleks itu, belum lagi para pedagang yang berjubel tak teratur di zona inti situs Kesultanan Banten.

Penjagaan hanya tampak pada deretan kotak amal di sekitar kompleks. Minimal dua orang berjaga secara bergantian selama 24 jam. Padahal, situs Kesultanan Banten seharusnya steril dari aktivitas apa pun demi kelestariannya.

Andhika menyebut semua itu menjadi tanggung jawab Pemkot Serang. "Fungsi kami koordinasi administratif. Kami akan membantu anggaran yang dibutuhkan oleh Pemkab dan Pemkot Serang," katanya.

Pihaknya berjanji akan berusaha mengintensifkan penataan kawasan Banten Lama agar kembali jaya seperti zaman dahulu. "Di Pemkot Serang kan sudah ada gambaran tiga dimensinya, jadi harus kita selaraskan dulu," ucap Andhika.

 

Saksikan video menarik di bawah ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya